Pages

Subscribe:

Pengantar

Terima kasih atas kunjungannya, semoga bermanfaat.

Selasa, 19 Mei 2015

Resume Materi Bab Isu-isu Kontemporer Kepemimpinan Buku Perilaku Organisasi by Stephen Robbins & Timothy Judge Buku 2

Isu-isu Kontemporer dalam Kepemimpinan
Pembingkaian: Menggunakan Kata-kata untuk Membingkai Makna dan Memberikan Inspirasi kepada Orang Lain
Pembingkaian (framing) adalah satu cara menggunakan bahasa untuk mengelola makna. Ini merupakan cara pemimpin untuk mempengaruhi bagaimana satu kejadian harus dilihat atau di pahami. Pembingkaian melibatkan pemilihan dan penekanan satu atau lebih aspek dari satu subjek dengan mengabaikan yang lain.
Para penasihat hukum bekerja dengan membingkai isu. Pembela terdakwa misalnya, membentuk argumen mereka sedemikian sehingga para jaksa bisa diarahkan untuk memandang si klien dalam gambaran yang paling menguntungkan. Mereka memasukkan “fakta-fakta” yang bisa membantu para jaksa memutuskan bahwa klien mereka tidak bersalah. Mereka tidak memasukkan fakta-fakta yang mungkin akan merugikan klien mereka. Selain itu, mereka mencoba memberikan interpretasi alternatif terhadap fakta-fakta yang diajukan penuntut umum.
Jadi, mengapa pembingkaian relevan bagi kepemimpinan saat ini? Karena dalam lingkungan yang kompleks dan semrawut yang membuat pekerjaan pemimpin menjadi menumpuk, biasanya terdapat kemampuan manuver sehubungan dengan “fakta-fakta”. Hal yang dianggap nyata sering kali sesuai dengan yang dikatakan oleh pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi persepsi pengikutnya tentang satu masalah, makna dari satu kejadian, keyakinan tentang penyebab dan konsekuensinya, dan visi akan masa depan. Sebagai contoh, pidato Martin Luther King, Jr. bertajuk “ Saya memiliki impian” yang sangat berpengaruh, disampaikan di Lincoln Memorial pada tahun 1963, dan telah berhasil  menempatkan gerakan atau perjuangan hak-hak asasi manusia menjadi istilah yang hidup dan dapat dipahami oleh semua orang. Pernyataan King yang membingkai makna memiliki pengaruh sangat kuat pada cara pandang orang untuk berjuang memperoleh keadilan pada tahun-tahun berikutnya. Melalui pembingkaianlah para pemimpin menentukan apakah orang-orang memerhatikan satu masalah, bagaimana mereka memahami dan mengingat masalah-masalah yang ada, dan bagaimana mereka bereaksi terhadap satu masalah. Jadi, pembingkaian merupakan satu alat yang sangat berguna bagi pemimpin untuk mempengaruhi cara pandang dan interpretasi orang lain mengenai suatu realitas.


Pendekatan Inspirasioanl terhadap Kepemimpinan
Terdapat dua teori kepemimpinan kontemporer dengan tema yang sama. Teori-teori tersebut adalah kepemimpinan karismatik dan transformasional.

Kepemimpinan Karismatik
Apa yang Dimaksud dengan Kepemimpinan Karismatik? Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuwan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
            Menurut teori kepemimpinan karismatik (charismatic leadership theory) House, para pengikut memandang sebagai sikap heroik atau kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu. Sudah ada beberapa studi yang berusaha mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dari pemimpin yang karismatik. Salah satu telaah literatur yang paling bagus menunjukkan adanya empat karakteristik—memiliki visi, bersedia mengambil resiko pribadi untuk mencapai visi tersebut, sensitif terhadap kebutuhan bawahan, dan memiliki perilaku yang luar biasa.
Karakteristik-karakteristik Kunci dari Pemimpin yang Karismatik
1.    Visi dan artikulasi. Memiliki visi—yang dinyatakan—yang menganggap bahwa masa depan lebih baik daripada status quo; dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang bisa dipahami orang lain.
2.    Risiko pribadi. Bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya besar, dan berkorban untuk mencapai visi tersebut.
3.    Sensitif dengan kebutuhan bawahan. Menerima kemampuan orang lain dan bertanggung jawab atas kebutuhan dan perasaan mereka.
4.    Perilaku yang tidak konvensional. Memiliki perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan.
Sumber:Berdasarkan J.A. Conger dan R.N Kanungo, Charismatic Leadership inOrganization (Thousand Oaks, CA:Sage, 1998) hal. 94


Pemimpin Karismatik: Dilahirkan atau Diciptakan? Memang benar bahwa seseorang dilahirkan dengan sifat-sifat yang membuat mereka karismatik. Kajian-kajian tentang anak kembar identik menemukan bahwa mereka memiliki nilai yang sama untuk ukuran kepemimpinan karismatik, meskipun mereka dibesarkan di keluarga yang berbeda dan tidak pernah bertemu. Penelitian menunjukkan bahwa sifat-sifat individu juga terkait dengan kepemimpinan karismatik. Pemimpin karismatik cenderung bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai hasil. Coba Anda perhatikan salah seorang pendiri CNN, Ted Turner. Ia menggambarkan dirinya sebagai, “Bulan purnama yang menyamarkan semua bintang di sekitarnya” dan “Kalau saja saya memiliki kerendahan hati, saya akan menjadi orang yang sempurna,” Meskipun tidak semua pemimpin karismatik blak-blakan seoerti Turner, kebnayakan dari mereka memiliki daya tarik dan sifat yang dinamis.
            Meskipun beberapa orang beranggapan bahwa karisma merupakan anugerah dan oleh karenanya todak bisa dipelajari, sebagian besar ahli percaya seoserang juga bisa dilatih untuk menampilkan perilaku yang karismatik dan mendapat manfaat dari menjadi seseorang pemimpin yang karismatik.
            Beberapa orang pengarang mengatakan bahwa seseorang bisa belajar menjadi karismatik dengan mengikuti proses yang terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1.        Seorang perlu mengembangkan aura karisma dengan cara mempertahankan cara pandang yang optimis; menggunakan kesabaran sebagai katalis untuk antusiasme; dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh, bukan Cuma dengan kata-kata.
2.        Seseorang  menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan yang menginspirasi orang lain tersebut untuk mengikutinya.
3.        Seseorang menyebarkan potensi kepada para pengikutnya dengan cara menyentuh emosi mereka.
Pendekatan ini cukup berhasil , sebagaimana dibuktikan oleh para peneliti yang telah mampu mengarahkan para mahasiswa bisnis untuk berperan sebagai pemimpin yang karismatik. Para mahasiswa tersebut diajar untuk mengartikulasikan tujuan, mengkomunikasikan ekspektasi kinerja yang tinggi, menampilkan kepercayaan mengenai kemampuan para bawahan untuk memenuhi ekspektasi ini, dan berempati dengan kebutuhan para bawahan; mereka belajar untuk menjadi orang besar, percaya diri, dan dinamis; dan mereka berlatih menggunakan nada suara yang mengikat.

Cara Pemimpin yang Karismatik Mempengaruhi Para Pengikutnya. Terdapat empat tahap dalam proses pemimpin karismatik mempengaruhi para pengikutnya, yaitu sebagai berikut.
Visi (vision) adalah strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Visi ini memberikan kontinuitas bagi para pengikut dengan cara menghubungkan keadaan saat ini dengan masa depan yang lebih baik bagi organisasi. Sebagai contoh, di Apple saat memperjuangkan pos Steve Jobs mengatakan, “Ini sama dengan yang pernah dilakukan Apple.” Penciptaan pos mencapai tujuan Apple untuk menawarkan teknologi terdepan dan mudah digunakan. Strategi Apple adalah menciptakan suatu produk yang ramah pengguna sehingga musik dengan cepat diperoleh dan diatur. Produk ini merupakan alat pertama yang menghubungkan kemampuan menyimpan data dan musik.
Sebuah visi belumlah lengkap tanpa adanya pernyataan visi (vision statement), yaitu pernyataan formal visi atau misi organisasi. Pemimpin yang karismatik bisa menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan tujuan dan sasaran ke benak para pengikutnya. PepsiCo, misalnya, memiliki pernyataan misi berikut ini dalam situs Web-Nya: “Untuk menghasilkan produk konsumer utama di dunia, perusahaan berfokus pada makanan dan minuman yang tepat. Kami berupaya memberikan pendapatan keuangan yang sehat bagi para investor sebab kami menyediakan kesempatan untuk berkembang dan menjadi kaya bagi para karyawan, mitra bisnis, dan lingkungan masyarakat tempat kami beroperasi. Dalam setiap hal yang kami lakukan, kami berjuang untuk tetap jujur, adil, dan penuh integritas.”
Setelah visi dan misi diterapkan, sang pemimpin kemudian mengkomunikasikan ekspektasi kerja yang tinggi dan meyakini bahwa para bawahan bisa mencapainya. Hal ini meningkatkan rasa percaya diri bawahan.
Selanjutnya, sang pemimpin menyatakan, melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai yang baru, dan melalui perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru para pengikutnya. Sebuah studi tentang karyawan Bank di Israel menunjukkan bahwa pemimpin yang karismatik lebih efektif karena para karyawannya secara pribadi mengidentifikasi diri mereka dengan sang pemimpin. Pada akhirnya, pemimpin karismatik melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang tidak biasa untuk menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah ditetapkan. Terjadilah penularan emosional dalam diri pemimpin yang karismatik yang “ditangkap” oleh para pengikutnya.
Bagian penting dari sebuah visi adalah kemampuan inspirasionalnya yang terpusat pada nilai, dapat direalisasikan, dengan gambaran dan artikulasi yang kuat. Visi harus mampu menciptakan kemungkinan  yang inspirasional dan unik serta menawarkan tatanan baru yang bisa menghasilkan perbedaan organisasional. Sebuah visi cenderung gagal bila tidak menawarkan pandangan ke depan yang jelas dan lebih baik bagi organisasi dan anggota-anggotanya.
Contoh visi yang inspirasional seperti, Rupert Murdoch memiliki sebuah visi mengenai masa depan industri komunikasi dengan menggabungkan hiburan dan media. Melalui News Corporation, Murdoch telah dengan sukses mengintegrasikan jaringan siaran, stasiun TV, studio film, penerbitsn dan distribusi satelit global. John Malone dari Liberty Media menyebut News Corporation sebagai “perusahaan media yang dalam hal integrasi secara vertikal sangat strategis dengan operasionalisasi terbaik di dunia.”

Apakah Kepemimpinan Karismatik yang Efektif bergantung pada Situasi? Terdapat ada banyak penelitian yang menunjukkan korelasi yang impresif antara kepemimpinan karismatik dan kinerja yang tinggi serta kepuasan di antara para pengikut. Orang-orang yang bekerja untuk pemimpin yang karismatik termotivasi untuk bekerja dan berusaha lebih keras serta karena menyukai dan menghargai pemimpin tersebut, mereka memiliki kepuasan lebih tinggi. Tampaknya ini juga berlaku bagi organisasi dengan CEO yang karismatik, karena organisasi tersebut cenderung lebih menguntungkan. Profesor yang karismatik juga memperoleh evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Namun, terdapat banyak pula bukti yang mengindikasikan bahwa karisma mungkin tidak selalu bisa digeneralisasi; artinya, efektivitasnya bisa bergantung pada situasi. Karisma cenderung lebih sukses jika tugas si pengikut memiliki komponen ideologis atau jika lingkungan melibatkan tingkat stres dan ketidakpastian yang tinggi. Hal ini bisa menjelaskan mengapa para pemimpin karismatik cenderung muncul di dunia politik, agama, saat perang, atau saat perusahaan masih dalam tahap awal atau menghadapi krisis yang mengancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, pada tahun 1930-an Franklin D. Roosevelt menawarkan sebuah visi untuk membebaskan Amerika dari Masa Depresi Hebat.
            Selain ideologi dan ketidakpastian, faktor situasional lain membatasi munculnya karisma di suatu level organisasi. Ingat, penciptaan visi merupakan komponen kunci dari karisma. Tetapi, visi biasanya berlaku untuk keseluruhan organisasi atau divisi-divisi utama. Visi cenderung diciptakan oleh eksekutif puncak. Karena itu, karisma kiranya lebih memilki relevansi langsung untuk menjelaskan kesuksesan dan kegagalan dari eksekutif kepala dibandingkan para manajer dibawahnya. Jadi, meskipun para manajer itu mungkin memiliki kepribadian yang inspiratif, lebih sulit menggunakan sifat-sifat kepemimpinan karismatik mereka untuk pekerjaan-pekerjaan di level manajemen bawah.
            Akhirnya, kepemimpinan karismatik bisa mempengaruhi beberapa pengikutnya melebihi yang lain. Penelitian menunjukkan, misalnya, bahwa banyak orang lebih menerima kepemimpinan karismatik saat mereka menghadapi krisis, berada dalam keadaan stres, atau bila mereka merasa hidupnya terancam. Secara lebih umum, beberapa orang memiliki kepribadian yang sangat mudah menerima kepemimpinan karismatik. Sebagai contoh, rasa percaya diri. Jika seseorang kurang memiliki rasa percaya diri dan meragukan harga dirinya, ia lebih mudah menerima arahan pemimpin daripada menggunakan caranya sendiri untuk mencari arah atau berpikir.

Sisi Gelap Kepemimpinan Karismatik. Sebuah studi menunjukkan bahwa CEO yang karismatik mampu menggunakan karisma yang mereka miliki untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi meskipun kinerja mereka biasa-biasa saja.
Sayangnya tidak semua pemimpin karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun perusahaan sesuai Citra mereka sendiri. Mereka sering sekali mencampuradukkan batas-batas kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Hal yang paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi di atas tujuan organisasi. Mereka tidak suka dikritik, dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa patuh dan memilki sifat “asal bapak senang”, dan menciptakan iklim yang membuat orang takut mempertanyakan atau menantang si “raja” atau “ratu” bila si pemimpin melakukan kesalahan. Sebagai contoh, Dennis Kozlowski mencerminkan sisi gelap dari kepemimpinan karismatik. Mantan CEO Tyco International yang karismatik ini dituduh dan terbukti bersalah menyalahgunakan dana perusahaan untuk membiayai gaya hidupnya yang mewah. Kozlowski terbukti bersalah melakukan pencurian besar-besaran, kecurangan sekuritas, konspirasi, dan tuduhan lainnya kena mengambil lebih dari  $150 juta dalam bentuk bonus dari Tyco. Ia juga melakukan kecurangan terhadap pemegang saham dengan menjual $430 juta saham Tyco dengan melakukan penipuan mengenai kesehatan keuangan perusahaan.
Sebuah studi atas 29 perusahaan, nilai dari yang bagus hingga yang sangat istimewa (tingkat pengembalian saham kumulatifnya paling tidak tiga kali lebih baik daripada pasar saham secara umum dalam kurun waktu satu tahun), menemukan tidak adanya pemimpin karismatik yang egois. Meskipun para pemimpin dari perusahaan-perusahaan ini sangat ambisius, ambisi mereka diarahkan untuk kemajuan perusahaan ketimbang untuk diri mereka sendiri. Mereka menghasilkan berbagai pencapaian yang istimewa tanpa perlu gembar-gembor. Mereka memiliki tanggung jawab atas kesalahan dan hasil-hasil yang buruk serta memberikan penghargaan atas kesuksesan orang lain. Mereka menghargai diri mereka  sendiri dengan mengembangkan kepemimpinan yang kuat dalam perusahaan, sehingga bisa mengarahkan perusahaan menjadi lebih maju setelah mereka berhenti bekerja. Orang-orang ini disebut sebagai pemimpin tingkat 5 (level-5 leaders) karena memiliki empat sifat dasar , kepemimpinan—kemampuan perseorangan, keahlian tim, kompetensi manajerial, dan kemampuan menstimulasi orang lain untuk mencapai kinerja yang tinggi—ditambah dimensi kelima: gabungan kerendahan hati dan cita-cita profesional. Pemimpin tingkat 5 adalah pemimpin yang sangat ambisius dan terarah, tetapi ambisi tersebut diarahkan untuk kepentingan perusahaan dan bukan untuk diri sendiri.
Pada akhirnya, karisma bisa menembus batas tempat kerja. Karena kekuatan hal ini mampu menjangkau tempat-tempat Iain, pemimpin yang karismatik bisa menjadi sangat berbahaya. Sejumlah pemimpin zalim dalam sejarah merupakan orang yang karismatik. Contohnya Hitler. Ia adalah pemimpin Partai Nazi dan bertanggung jawab atas kebijakan yang menyebabkan Holocaust serta kematian sekitar enam juta orang Yahudi.

Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transaksional (transactional leaders) adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Sedangkan pemimpin transformasional (transformasional leaders) adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan memengaruhi yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Andrea Jung di Avon, Richard Brinson di Virgin Group, dan Maureen Baginski merupakan contoh-contoh pemimpin transformasional. Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan perkembangan diri para pengikutnya; mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru; serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras guna mencapai tujuan-tujuan bersama.

Karakteristik-karakteristik Pemimpin Transaksional dan Transformasional
Pemimpin Transaksional
Penghargaan Bersyarat: Menjalankan pertukaran kontraktual antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang bagus, dan mengakui pencapaian yang diperoleh.
Manajemen dengan Pengecualian (aktif): Mengamati dan mencari penyimpanan dari aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan perbaikan.
Manajemen dengan Pengecualian (pasif): Dilakukan hanya jika standar tidak tercapai.
Laissez-Faire: Melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.                               

Pemimpin Transformasional
Pemimpin yang Ideal: Memberikan visi dan misi, menanamkan kebanggaan, serta mendapatkan respek dan kepercayaan.
Motivasi yang Inspirasional: Mengomunikasikan ekspektasi yang tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan tujuan-tujuan penting secara sederhana.
Stimulasi Intelektual: Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah yang cermat.
Pertimbangan yang bersifat individual: Memberikan perhatian pribadi, memperlakukan asing-masing karyawan secara individual, serta melatih dan memberikan saran.
Sumber: B.M Bass, “From Traansactional Leadership: Learning to Share The Vision,” Organizational Dynamics, Musim Dingin 1990, hal. 22. Dicetak ulang sesuai izin penerbit. American Management Association, New York. Hak cipta dilindungi undang-undang.

            Kepemimpinan transaksional dan transformasional hendaknya tidak dipandang sebagai pendekatan yang saling bertentangan. Kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi, tetapi tidak berarti keduanya sama penting. Kepemimpinan transformasional lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang diterapkan. Tetapi, yang sebaliknya tidak berlaku. Jadi, apabila Anda adalah seorang pemimpin yang biasa-biasa saja. Pemimpin yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional sekaligus.

Cakupan Utuh Model Kepemimpinan. Laissez-faire adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini jarang dianggap efektif. Manajemen dengan pengecualian—entah aktif ataukah pasif—sedikit lebih baik daripada laissez-faire, tetapi masih dianggap tipe kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan manajemen dengan pengecualian cenderung hanya memberikan reaksi saat ada masalah, yang sering kali sudah terlambat. Kepemimpinan yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif. Namun, pemimpin seperti ini tidak bisa mendorong karyawannya untuk bekerja di luar cakupan tugasnya. Hanya dengan empat gaya kepemimpinan yang lain—semuanya merupakan aspek dari kepemimpinan transformasional—pemimpin bisa memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengurbankan kepentingan pribadi mereka demi kepentingan organisasi. Perhatian individual, stimulasi intelektual, motivasi inspirasional, dan pengaruh yang ideal, seluruhnya mendorong karyawan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktivitas, memiliki moril kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, meninggikan efektivitas organisasi, meminimalkan perputaran karyawan, menurunkan tingkat ketidakhadiran, dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara organisasional yang lebih tinggi. Berdasarkan model ini, pemimpin umumnya paling efektif bila mereka secara rutin menerapkan masing-masing dari keempat perilaku transformasional.





Bagaimana kepemimpinan Transformasional Bekerja. Para pemimpin transformasional mendorong  bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif. Misalnya, Kolonel Angkatan Bersenjata Leonard Wong menemukan bahwa dalam perang Irak para tentara didorong untuk “memiliki pemikiran yang reaktif dibandingkan proaktif, ketaatan dan bukan kreativitas, dan kesetiaan bukan keberanian” Melihat hal ini, Kolonel Leonard Wong kemudian berusaha mendorong prajurit junior untuk menjadi kreatif dan mengambil lebih banyak risiko. Para pemimpin yang transformasional lebih efektif karena mereka sendiri lebih kreatif, tetapi mereka juga lebih efektif karena mampu mendorong para pengikutnya menjadi kreatif pula.
            Adanya tujuan yang ditetapkan merupakan mekanisme penting lain yang menjelaskan bagaimana kepemimpinan transformasional bekerja. Para perilaku pemimpin transformasional cenderung mengejar tujuan-tujuan ambisius memahami dan menyetujui tujuan-tujuan strategis organisasi, dan yakin bahwa tujuan-tujuan yang mereka kejar itu memang penting.
            Seperti telah ditunjukkan oleh penelitian bahwa visi merupakan hal penting dalam menjelaskan bagaimana kepemimpinan karismatik bekerja, penelitian menunjukkan bahwa visi menjelaskan bagian dari dampak kepemimpinan transformasional. Sebuah studi menemukan bahwa visi justru lebih penting dibandingkan gaya komunikasi karismatik (emosional, dinamis, dan hidup) dalam menjelaskan kesuksesan perusahaan. Pada akhirnya, kepemimpinan transformasional juga menghasilkan komitmen di pihak para pengikut dan menanamkan pada diri mereka rasa percaya yang lebih besar kepada pemimpin.

Evaluasi atas Kepemimpinan Transformasional. Teori kepemimpinan transformasional tidaklah sempurna. Masih tersisa pertanyaan apakah kepemimpinan berbasis penghargaan bersyarat hanya merupakan karakteristik pemimpin transaksional. Berbeda dengan cakupan utuh model kepemimpinan, kepemimpinan berbasis penghargaan bersyarat kadang-kadang bisa lebih efektif dibandingkan kepemimpinan transformasional.
            Ringkasnya, keseluruhan bukti mengindikasikan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki korelasi yang lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional dengan tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Sepertinya hal karisma, kepemimpinan transformasional bisa dipelajari. Sebuah studi atas manajer bank Kanada menemukan bahwa para manajer yang mengikuti pelatihan kepemimpinan transformasional memiliki kinerja bank cabang yang jauh lebih baik daripada para manajer yang tidak mengikuti pelatihan. Studi-studi lainnya menunjukkan hasil serupa.

Kepemimpinan Transformasional versus Kepemimpinan Karismatik. Terdapat beberapa perdebatan mengenai apakah kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik itu sama. Peneliti yang memperkenalkan kepemimpinan karismatik ke PO, Robert House, menganggap keduanya hampir sama, dengan perbedaan yang sangat kecil atau “tak berarti”. Namun demikian, peneliti yang pertama kali meneliti kepemimpinan transformasional, Bernard Bass, menganggap karisma merupakan bagian dari kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transformasional lebih luas daripada karisma, dan karisma itu sendiri tidak memadai untuk menjelaskan proses transformasional. Meskipun banyak peneliti yakin bahwa kepemimpinan transformasional lebih luas daripada kepemimpinan karismatik, studi menunjukkan bahwa dalam kenyataannya seorang pemimpin yang memiliki skor tinggi untuk kepemimpinan transformasional juga cenderung memiliki skor tinggi untuk karisma. Karena itu, dalam praktiknya, ukuran-ukuran kepemimpinan karismatik dan transformasional bisa jadi hampir sama.

Kepemimpinan Autentik: Etika dan Kepercayaan adalah Fondasi Kepemimpinan
Apa yang Dimaksud Kepemimpinan Autentik?
Seorang filsuf, Jean Paul Sarre banyak menulis tentang autentisitas, dan berpendapat bahwa untuk menjadi orang yang autentik, seseorang perlu bersikap jujur pada dirinya sendiri dan menghindari kepalsuan diri. Saran ini baik bagi setiap orang, tetapi menjadi lebih penting bagi pemimpin.
            Pemimpin autentik (authentic leaders) adalah pemimpin yang mengenal betul diri mereka, sangat memahami keyakinan dan nilai-nilai yang dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai dan keyakinan tersebut secara terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan memandang mereka sebagai orang yang etis. Karena itu, kualitas utama yang dihasilkan oleh kepemimpinan yang autentik adalah kepercayaan. Bagaimana kepemimpinan autentik melahirkan kepercayaan? Pemimpin autentik berbagai informasi, mendorong komunikasi yang terbuka, dan berpegang teguh pada cita-cita mereka,. Hasilnya: orang menjadi percaya pada pemimpin autentik.
Etika dan Kepemimpinan
Etika bersentuhan dengan kepemimpinan di beberapa titik. Para pemimpin transformasional, misalnya, digambarkan sebagai pengusung nilai-nilai moral tatkala mereka mencoba mengubah sikap dan perilaku pengikut-pengikutnya. Karisma juga memiliki komponen etika. Pemimpin yang tidak beretika cenderung menggunakan karisma mereka untuk menguasai para pengikutnya, yang akhirnya bermuara pada kepuasaan diri semata. Pemimpin yang etis diyakini menggunakan karisma mereka untuk melayani sesama. Juga, terdapat isu penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemimpin, misalnya, ketika mereka menghargai diri mereka sendiri dengan gaji yang tinggi, bonus, dan opsi saham padahal pada saat yang sama mereka berupaya memangkas biaya dengan merumahkan pegawai atau karyawan yang sudah lama bekerja. Karena menjadi patokan moral bagi sebuah organisasi, para eksekutif puncak perlu menetapkan standar etika yang tinggi, memperlihatkan standar tersebut pada perilaku mereka, serta mendorong dan menghargai integritas orang lain.
            Efektivitas kepemimpinan perlu         memperhatikan berbagai sarana yang dipakai seorang pemimpin dalam upayanya mencapai tujuan dan juga isi dari tujuan tersebut. Misalnya, kesuksesan Bill Gates memimpin Microsoft hingga mendominasi bisnis peranti lunak dunia telah dicapai dengan kultur kerja yang sangat agresif. Kultur Microssoft mencerminkan kepribadian pemimpin dan pendirinya, Gates. Selain itu, kepemimpinan yang etis harus memperhatikan isi dari tujuan sang pemimpin.
            Kepemimpinan tidak terbebas dari nilai. Sebelum menilai seorang pemimpin sebagai seseorang yang efektif, kita harus mempertimbangkan cara yang digunakan oleh pemimpin tersebut untuk mencapai tujuan dan nilai mol dari tujuan tersebut.

Apa yang Dimaksud Kepercayaan?
Kepercayaan (Trust) adalah ekspektasi atau penghargaan positif bahwa orang lain tidak akan—melalui kata-kata, tindakan, dan kebijakan—bertindak secara oportunistik. Dua unsur penting dari definisi kita adalah bahwa kepercayaan menyiratkan familiaritas dan risiko.
            Frasa ekspektasi positif dalam definisi kita ini mengasumsikan pengetahuan dan familiaritas tentang pihak lain. Kepercayaan adalah suatu sejarah—proses dependen yang didasarkan pada contoh-contoh pengalaman yang relevan namun terbatas. Dibutuhkan waktu untuk dibentuk, dibangun bertahap, dan terakumulasi. Banyak dari kita kita menganggap sangat berat, bahkan tidak mungkin, untuk mempercayai seseorang dengan segera jika kita tidak tahu apa-apa tentang diri mereka. Pada kondisi ekstrem, kita bisa berspekulasi tetapi tetap tidak bisa percaya sepenuhnya. Tetapi, begitu mengenal seseorang, dan hubungan tersebut terbina dengan baik, kita yakin untuk membentuk ekspektasi yang positif.
            Apa saja dimensi penting yang mendasari konsep kepercayaan?
1.      Integritas, merujuk pada kejujuran dan kebenaran. Dari kelima dimensi yang disebut sebelumnya, dimensi ini adalah yang paling penting saat seseorang menilai apakah orang lain bisa dipercaya atau tidak. Misalnya, ketika 570 pegawai kantoran belum lama ini diberi daftar 28 sifat yang terkait dengan kepemimpinan, kejujuran berada di peringkat tertinggi.
2.      Kompetensi, meliputi pengetahuan serta keahlian teknis dan antar personal individu. Apakah seseorang memahami uap yang sedang ia bicarakan? Anda cenderung tidak akan mendengar atau menggantungkan diri pada seseorang yang kemampuannya tidak bisa Anda percayai. Anda perlu percaya bahwa orang tersebut memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan apa yang mereka katakan.
3.      Konsistensi, berkaitan dengan keandalan, prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani situasi. “Inkonsistensi antara kata dan perbuatan Ian menurunkan tingkat kepercayaan.” Dimensi ini terutama relevan bagi manajer. “Tidak ada hal yang paling cepat menarik perhatian ... melebihi ketimpangan antara kata-kata yang dikhotbahkan eksekutif dan apa yang mereka harapkan dilakukan oleh para rekan mereka.
4.      Kesetiaan, adalah kesediaan untuk melindungi dan menyelamatkan muka orang lain. Kepercayaan mensyaratkan bahwa Anda mampu untuk bergantung pada seseorang yang Anda yakini tidak akan berlaku secara oportunistik.
5.      Keterbukaan, dimensi terakhir dari kepercayaan. Apakah Anda yakin orang akan mengatakan kepada Anda kebenaran yang sesungguhnya?

Kepercayaan dan Kepemimpinan
Kepercayaan merupakan atribut utama yang dikaitkan dengan kepemimpinan; dan, jika kepercayaan ini luntur, dampaknya bisa serius terhadap kinerja kelompok.
            Bila pengikut mempercayai pemimpinnya, mereka akan bersedia menanggung dampak dari tindakan sang pemimpin—karena yakin bahwa hak dan kepentingan mereka tidak akan disalahgunakan. Orang tidak mau mengikuti seseorang yang mereka anggap tidak jujur atau memanfaatkan mereka. Kejujuran, misalnya, selalu berada pada peringkat atas dari karakteristik yang dipuja orang dari pemimpinnya. “Kejujuran sangat penting untuk kepemimpinan. Jika orang bersedia mengikuti seseorang, baik ke medan perang atau ke ruang direksi, mereka terlebih dahulu ingin meyakinkan diri mereka sendiri bahwa orang tersebut memang layak dipercaya.”

Tiga Jenis Kepercayaan
Ada tiga jenis kepercayaan dalam hubungan organisasi, yaitu sebagai berikut:
Kepercayaan Berbasis Pencegahan. Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam kepercayaan berbasis pencegahan (deferrence-based trust). Satu saja, pelanggaran atau inkonsistensi akan merusak hubungan. Bentuk kepercayaan berbasis pencegahan adalah kepercayaan yang didasarkan pada kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan dikhianati.  Orang-orang yang memiliki hubungan seperti ini melakukan apa yang mereka katakan karena mereka takut akan konsekuensi dari tidak melaksanakan kewajibnnya.
            Kepercayaan berbasis pencegahan hanya bisa berhasil sampai pada tingkat dimungkinkannya ada hukuman, konsekuensi yang jelas, dan hukuman tersebut benar-benar diberlakukan bila kepercayaan dilanggar. Agar tetap bertahan, potensi kerugian dari interaksi di masa datang dengan pihak lain harus melampaui potensi keuntungan akibat melanggar ekspektasi. Lebih jauh, pihak yang kemungkinan menderita kerugian harus berani menyatakan kemungkinan kerugian yang dideritanya (misalnya, Saya tidak akan segan berbicara keras kepada Anda bila Anda mengkhianati kepercayaan saya) kepada orang yang berkhianat.

Kepercayaan Berbasis Pengetahuan. Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada kepercayaan berbasis pengetahuan (knowledge-based trust). Artinya, kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku yang bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini terbentuk jika Anda memiliki informasi yang memadai tentang seseorang sehingga Anda mengenal mereka secara cukup baik dan bisa memperkirakan dengan tepat perilaku mereka.
            Kepercayaan berbasis pengetahuan mengandalkan informasi dan bukan pencegahan. Pengetahuan mengenai pihak lain dan kemampuan memprediksi sikap-sikap mereka menggantikan kontrak, hukuman, dan perjanjian hukum yang umum berlaku pada kepercayaan berbasis pencegahan. Pengetahuan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, bertambah seiring pengalaman sehingga terbangun kepercayaan dan kemampuan untuk memprediksi.

Kepercayaan Berbasis Identifikasi. Tingkat kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin hubungan emosional antarpihak yang ada. Hal ini memungkinkan satu pihak bertindak sebagai seorang agen bagi yang lain dan menggantikan orang tersebut dalam transaksi antar personal. Ini disebut kepercayaan berbasis identifikasi (identification-based trust). Kepercayaan berbasis identifikasi adalah kepercayaan yang muncul karena pihak-pihak saling memahami niat dan menghargai keinginan yang lain. Pemahaman mutual ini dibangun sampai ke titik tertentu sehingga masing-masing bisa bertindak secara efektif demi pihak lain. Pengendalian menjadi minimal pada level ini. Anda tidak perlu memonitor pihak lain karena terdapat kesetiaan yang tidak diragukan lagi.
            Contoh terbaik dari kepercayaan berbasis identifikasi adalah pasangan yang telah menikah dan hidup bersama dalam jangka waktu yang lama dan berbahagia. Seorang suami belajar memahami apa yang penting bagi istrinya dan mengantisipasi tindakan-tindakan yang akan dilakukannya. Sang istri percaya bahwa suaminya akan mengantisipasi apa yang ia anggap penting tanpa harus bertanya. Pengidentifikasian yang baik memungkinkan masing-masing pihak untuk berpikir, merasa, dan merespons seperti yang dilakukan pihak lain.

Prinsip-prinsip Dasar Kepercayaan
Ketidakpercayaan mengalahkan kepercayaan. Orang yang memiliki rasa percaya kepada orang lain menunjukkan rasa percayanya dengan cara meningkatkan keterbukaannya terhadap orang tersebut, membuka informasi yang relevan, dan menyatakan niat mereka yang sebenarnya. Orang yang tidak memiiki sikap percaya bersikap sebaliknya. Mereka menyembunyikan informasi dan bertindak secara oportunistik untuk memanfaatkan orang lain. Untuk melawan berulangnya eksploitasi, orang yang tadinya percaya menjadi tidak percaya. Beberapa orang yang tidak memiliki rasa percaya akan merusak organisasi secara keseluruhan.
Kepercayaan mewariskan kepercayaan. Seperti halnya rasa tidak percaya mengalahkan rasa percaya, menunjukkan kepercayaan kepada orang lain cenderung mendorong munculnya balasa serupa. Pemimpin yang efektif meningkatkan kepercayaan secara bertahap, pemimpin membatasi hukuman atau kerugian yang mungkin terjadi bila kepercayaan mereka dilanggar.
Pertumbuhan sering kali menyembunyikan rasa tidak percaya. Pertumbuhan memberi peluang kepada pemimpin untuk mendapatkan promosi yang cepat dan memperoleh kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar. Dalam lingkungan seperti ini, pemimpin cenderung menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat sehingga terhindar dari deteksi dini oleh tingkat manajemen yang lebih tinggi dan membiarkan masalah yang muncul dari ketidakpercayaan ditangani para pengganti mereka.
Penurunan atau peramping merupakan ujian tertinggi bagi tingkat kepercayaan. Akibat wajar dari prinsip pertumbuhan yang diuraikan sebelumnya adalah bahwa penurunan atau perampingan cenderung menghancurkan lingkungan yang memiliki rasa percaya diri sekali pun. Pemecatan merupakan ancaman. Bahkan setelah pemecatan dilakukan, orang-orang yang tetap bekerja tidak lagi merasa aman dengan pekerjaan mereka. Ketika perusahaan merusak ikatan kesetiaan dengan memecat karyawan, para pekerja cenderung sulit untuk memercayai apa yang dikatakan pihak manajemen.
Kepercayaan meningkatkan kekompakan. Kepercayaan membuat orang bersatu. Kepercayaan berarti orang memiliki keyakinan bahwa mereka bisa saling mengandalkan. Jika satu orang membutuhkan bantuan atau berada dalam kebimbangan, orang tersebut tahu bahwa orang lain akan membantunya.
Kelompok yang tidak memiliki rasa percaya yang merusak diri sendiri. Konsekuensi wajar dari prinsip sebelumnya adalah bila para anggota kelompok tidak saling percaya satu sama lain, mereka akan mengalami kemunduran dan terpecah-belah. Mereka mengejar kepentingan pribadi, bukan kepentingan kelompok.
Ketidakpercayaan umumnya menurunkan produktivitas. Meskipun kita tidak bisa mengatakan bahwa kepercayaan pasti meningkatkan produktivitas, walau biasanya memang demikian, ketidakpercayaan hampir selalu menurunkan kepentingan para anggota, sehingga mempersulit mereka mencapai tujuan bersama. Orang merespons dengan cara menyembunyikan informasi dan secara diam-diam mengejar kepentingan mereka sendiri.

Apakah Kepercayaan terhadap Pemimpin Kita Tengah Menurun?
Ada bukti kuat bahwa dewasa ini, lebih dari dulu-dulu, yang menunjukkan bahwa hubungan organisasi mensyaratkan kepercayaan. Berbagai kejadian akhir-akhir ini telah membuat isu kepercayaan sebagai tipok utama di media: WolrdCom melakukan penipuan sebesar hampir $4 miliar dalam aliran kas operasi. Ditambah dengan restrukturisasi, perampingan, dan meningkatnya perekrutan karyawan kontrak telah meruntuhkan kepercayaan karyawan terhadap manajemen. Kejadian-kejadian ini kemudian memunculkan pertanyaan: Apakah kepercayaan tengah mengalami penurunan?
Beberapa penelitian terbaru telah dilakukan di AS untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini. Dari sisi positifnya, orang Amerika kelihatan memiliki rasa saling percaya. Misalnya, pada tahun 2000, 35 persen orang Amerika berpendapat “kebanyakan orang” bisa dipercaya. Pada tahun 2002, jumlah tersebut terus meningkat menjadi 41 persen. Tetapi, ketika sampai pada masalah kepercayaan kepada perusahaan besar dan eksekutifnya, hasilnya berbeda antara karyawan dan masyarakat umum. Yang disebut terakhir ini menganggap para pemimpin perusahaan sebagai kalangan yang sangat tidak bisa dipercaya. Kepercayaan publik terhadap mereka sebagai satu kelompok mencapai puncaknya pada tahun 2000 dengan persentase hanya 28 persen. Tahun 2003, tingkat kepercayaan ini menurun menjadi 13 persen. Lebih jauh, petugas petugas pemadam kebakaran dianggap tujuh kali lebih bisa dipercaya dibandingkan CEO, dan orang Amerika bahkan mengatakan mereka lebih memercayai pengacara dibandingkan CEO. Tetapi, ketidakpercayaan ini tampaknya tertuju pada para eksekutif di perusahaan-perusahaan besar. Jajak pendapat yang sama menunjukkan bahwa 75 persen masyarakat umum masih memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap pemilik usaha kecil.
Namun, para karyawan perusahaan menunjukkan bahwa mereka lebih memercayai manajemen senior mereka sendiri. Dari tahun 1995 hingga 1999, persentase pekerja yang mengatakan bahwa mereka memercayai manajemen senior perusahaan mereka tetap stabil di kisaran 36 persen. Pada tahun 2003, persentase ini meningkat menjadi 43 persen.

Kepercayaan Karyawan terhadap CEO Mereka


Peran Kepemimpinan Kontemporer
Menyediakan Kepemimpinan Tim
Kepemimpinan semakin mendapat tempat dalam konteks sebuah tim. Begitu tim makin populer, peran pemimpin dalam mengarahkan anggota tim menjadi isu yang paling penting. Peran seorang pemimpin tim berbeda dari pemimpin tradisional yang dijalankan oleh supervisor lini pertama.
Banyak pemimpin yang hidup pada masa individualisme sedang jaya-jayanya, tidak dibekali kemampuan untuk menangani perubahan menjadi suatu tim. Seperti dikatakan oleh seorang konsultan terkemuka, “Bahkan manajer yang paling cakap sekalipun memiliki masalah dalam transisi karena semua hal yang berkaitan dengan tipe kepemimpinan pemerintah dan kendali seperti yang biasa mereka lakukan sebelumnya tidak lagi sesuai.
Tantangan selanjutnya bagi kebanyakan manajer adalah belajar bagaimana menjadi seorang pemimpin tim yang efektif. Mereka harus mempelajari keahlian seperti sabar berbagi informasi, memercayai orang lain, mendelegasikan wewenang, dan memahami kapan harus turun tangan. Pemimpin yang efektif menguasai cara menyeimbangkan saat harus meninggalkan tim mereka sendirian dan saat mesti turun tangan ke dalam tim.
Satu yang lebih tepat untuk menggambarkan tugas pemimpin tim adalah berusaha berfokus pada dua prioritas: mengelola batas eksternal tim dan memfasilitasi proses tim. Pembahasan selanjutnya akan memecah prioritas ini ke dalam empat peran spesifik.
Pertama, pemimpin tim adalah penghubung dengan para konstituen eksternal. Mereka mencakup manajemen puncak, tim internal lain, pelanggan, dan pemasok. Pemimpin mewakili tim ke para konstituen lainnya, mengamankan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, memperjelas ekspektasi pihak lain terhadap tim, mengumpulkan informasi dari luar, dan berbagi informasi ini dengan para anggota tim.
Kedua, pemimpin tim adalah orang yang menyelesaikan masalah. Ketika tim memiliki masalah dan meminta bantuan, pemimpin tim mengadakan rapat dan berupaya menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini jarang sekali terkait dengan masalah teknis atau operasional karena para anggota tim pada umumnya lebih mengetahui tugas mereka dibandingkan pemimpin tim. Sang pemimpin lebih berkontribusi dengan mengajukan berbagai pertanyaan, membantu tim membicarakan masalah tersebut, dan memperoleh sumber-sumber daya yang dibutuhkan dari pihak-pihak luar.
Ketiga, pemimpin tim adalah manajer konflik. Jika timbul pertentangan, mereka membantu memproses konflik tersebut. Apa saja yang mungkin menjadi sumber konflik? Siapa yang terlibat? Apa masalahnya? Apa pilihan resolusi yang tersedia? Apa keuntungan dan kerugiannya masing-masing? Dengan melibatkan para anggota tim untuk membahas pertanyaan-pertanyaan seperti ini, sang pemimpin meminimalkan aspek yang mengganggu pada konflik di dalam tim.
Terakhir, pemimpin tim adalah pelatih. Mereka menjelaskan ekspektasi dan peran, mendidik, menawarkan dukungan, memberi semangat, dan melakukan apa saja yang diperlukan untuk membantu anggota tim meningkatkan kinerja mereka.

Mentoring
Banyak pemimpin menciptakan hubungan mentoring (menjadi penasihat). Seorang mentor adalah karyawan senior yang membantu dan mendukung karyawan yang masih kurang berpengalaman (sebagai seorang anak didik). Mentor yang sukses adalah guru yang baik. Mereka bisa menyajikan ide-ide dengan jelas, mendengarkan dengan baik, dan berempati dengan masalah yang dihadapi anak didiknya. Hubungan mentoring dapat dijelaskan dalam dua kategori fungsi umum-fungsi karier dan fungsi psikososial.

Fungsi-fungsi karier
Fungsi-fungsi psikososial
·      melobi agar anak didik mendapatkan tugas yang menantang dan masuk akal
·      memberi saran kepada anak didik untuk mengatasi kecemasan dan ketidakpastian guna meningkatkan rasa percaya dirinya
·      melatih anak didik mengembangkan keahliannya dan mencapai tujuan kerja
·      berbagi pengalaman pribadi dengan anak didik
·      membantu anak didik bertemu orang-orang yang memiliki penagruh dalam organisasi
·      menjalin persahabatan dan penerimaan yang baik
·      melindungi anak didik dari resiko-resiko yang bisa merusak reputasinya
·      bertindak sebagai contoh atau model
·      membantu anak didik dengan cara mencalonkan mereka untuk mendapatkan promosi
·      bertindak seolah-olah sebagai dewan yang mendengarkan berbagai ide yang mungkin dimiliki oleh anak didik tetapi segan disampaikan ke supervisior di atasnya

Beberapa organisasi memiliki program mentoring formal dengan mentor yang secara resmi bertugas membantu karyawan baru atau yang berpotensi tinggi. Sebagai contoh, di Edward Jones, sebuah perusahaan jasa finansial dengan 24.000 karyawan, mentor ditugaskan untuk membantu beberapa karyawan baru yang telah menyelesaikan program belajar selama dua bulan dan seminar pelayanan pelanggan selama lima hari. Para karyawan baru tersebut mengikuti mentor mereka selama tiga minggu untuk secara khusus belajar cara perusahaan mengelola bisnisnya.
Mengapa seorang pemimpin ingin menjadi mentor? Ada beberapa keuntungan pribadi bagi si pemimpin dan juga bagi organisasi. Hubungan mentor-anak didik memberikan mentor akses langsung terhadap sikap dan perasaan karyawan di tingkat yang lebih rendah. Anak didik bisa menjadi sumber yang baik untuk mengidentifikasi berbagai masalah yang mungkin itmbul dengan cara memberikan tanda-tanda peringatan awal. Jadi, hubungan mentor-anak didik merupakan jalur komunikasi penting yang memungkinkan mentor mengetahui masalah-masalah yang ada sebelum masalah tersebut diketahui manajemen yang lebih tinggi.
Apakah semua karyawan di suatu organisasi perlu atau harus berpartisipasi dalam hubungan mentoring semacam ini? Sayang sekali, jawabannya adalah tidak. Di perusahaan-perusahaan Amerika, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kaum minoritas dan perempuan cenderung tidak dipilih sebagai anak didik dibandingkan laki-laki kulit putih sehingga mereka tidak memperoleh manfaat dari hubungan mentoring. Mentor cenderung memilih anak didik yang kriterianya mirip dengan dirinya, seperti latar belakang, pendidikan, jenis kelamin, ras, etnik, dan agama.
Dua penelitian berskala besar meunjukkan bahwa manfaat mentoring lebih bersifat psikologis daripada manfaat yang nyata. Berdasarkan penelitian ini, manfaat mentoring bagi kesuksesan karies (kompensasi, kinerja pekerjaan) sangat kecil. Salah satu dari dua penelitian ini menyimpulkan, “Meskipun mentoring mungkin tidak bisa dikatakan sebagai konsep yang sama sekali tidak berguna bagi karier, tidak ada yang bisa secara meyakinkan membuktikan bahwa program ini sama pentingnya dengan dampak utama dari faktor-faktor lain terhadap kesuksesan karier seperti kemampuan dan kepribadian”.

Kepemimpinan Mandiri
Para pengusung kepemimpinan mandiri (self-leadership) menunjukkan bahwa terdapat seperangkat proses yang membuat seseorang bisa mengendalikan perilaku mereka sendiri. Pemimpin yang efektif (atau yang sering disebut oleh pakar sebagai pemimpin super) membantu para pengikutnya memimpin diri mereka sendiri.  Mereka melakukannya dengan cara mengembangkan kapasitas kepemimpinan dan memberi asuhan kepada para pengikutnya sehingga mereka tidak lagi perlu bergantung pada pemimpin formal untuk mendapatkan pengarahan dan motivasi.
Bagaimana cara para pemimpin menyiapkan pemimpin mandiri? Berikut adalah beberapa hal yang disarankan.
1.    Menjadi model pemimpin bagi diri sendiri. Lakukan observasi diri, tetapkan tujuan pribadi, arah pribadi, dan penguatan diri yang menantang, kemudian tunjukkan perilaku-perilaku ini serta dorong orang lain untuk berlatih dan mempraktikkan perilaku tadi.
2.    Dorong karyawan untuk menciptakan tujuan-tujuan yang mereka tetapkan sendiri. Memiliki tujuan yang spesifik dan kuantitatif merupakan bagian terpenting dari kepemimpinan mandiri.
3.    Beri penghargaan pada diri sendiri untuk memperkuat dan meningkatkan perilaku yang diinginkan. Sebaliknya, berikan hukuman hanya jika karyawan terbukti tidak jujur atau melakukan sesuatu yang destruktif.
4.    Ciptakan pola pikir yang positif. Dorong karyawan untuk menggunakan gambaran mental dan ajak mereka untuk berbicara pada diri sendiri yang pada gilirannya akan menstimulasi motivasi dari dalam diri mereka.
5.    Ciptakan iklim kepemimpinan mandiri. Rancang ulang pekerjaan untuk meningkatkan penghargaan alamiah dari suatu pekerjaan dan fokus pada hal ini untuk meningkatkan motivasi.
6.    Dorong sikap kritis pada diri sendiri. Dorong individu untuk kritis terhadap kinerja mereka sendiri.
Asumsi yang mendasari kepemimpinan mandiri adalah bahwa orang memiliki tanggung jawab, kemampuan, dan inisiatif tanpa hambatan eksternal dari atasan, aturan, atau regulasi. Dengan dukungan yang memadai, seseorang bisa memonitor dan mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Pentingnya kepemimpinan mandiri semakin besar seiring semakin populernya kerja tim. Tim yang kuat dan memiliki kemampuan mengelola dirinya sendiri membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, pelatihan kepemimpinan mandiri merupakan sarana yang sangat bagus untuk membantu karyawan dalam peralihan dari ketergantungan menuju otonomi.

Kepemimpinan Online
Selama ini, penelitian kepemimpinan hampir seluruhnya diarahkan untuk situasi tatap muka dan verbal. Tetapi, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa manajer dan karyawannya saat ini semakin terhubung dalam jaringan dibandingkan kedekatan geografis. Contoh yang nyata adalah manajer yang secara rutin menggunakan e-mail untuk berkomunikasi dengan staf mereka, manajer yang mengawasi proyek atau tim virtual, dan manajer yang berkomunikasi dengan karyawan menggunakan komputer dan modem.
Jika kepemimpinan diperlukan untuk menginspirasi dan memotivasi karyawan yang berada di tempat terpisah, kami perlu menawarkan beberapa pedoman mengenai bagaimana kepemimpinan tersebut bisa berfungsi dalam konteks ini. Namun, harus tetap diingat bahwa hanya sedikit penelitian mengenai topik ini. Jadi, fokus kami di sini bukan untuk memberi Anda pedoman definitif untuk memimpin secara online. Tetapi, lebih mengenalkan Anda pada masalah yang semakin penting dan membuat Anda berpikir mengenai perubahan kepemimpinan jika hubungan ditentukan oleh interaksi jaringan.
Para pemimpin perlu yakin bahwa nada pesan mereka secara benar mencerminkan emosi yang ingin mereka sampaikan. Apakah pesan tersebut formal atau informal? Apakah pesan tersebut sesuai gaya verbal si pengirim? Apakah pesan tersebut menyampaikan tingkat kepentingan atau urgensi yang sesuai? Fakta bahwa gaya menulis banyak orang sangat berbeda dari gaya pergaulan antar personal mereka jelas mengandung potensi masalah.
Pada akhirnya, pemimpin online harus memilih suatu gaya penulisan tertentu. Apakah mereka akan menggunakan tanda-tanda emosi (emoticons), singkatan, jargon, dan smeacamnya? Apakah mereka menyesuaikan gaya mereka dengan para audiensnya? Contohnya, menggunakan gaya yang sama dengan atasannya untuk berkomunikasi dengan stafnya, sehingga memberi akibat yang tidak menyenangkan. Atau, mereka secara selektif menggunakan komunikasi digital untuk menutupi berita-berita buruk.
Setiap pembahasan kepemimpinan online juga perlu mempertimbangkan kemungkinan bahwa era digital bisa merubah orang yang dulunya bukan pemimpin menjadi pemimpin.

Tantangan-tantangan bagi Pembentukan Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai Suatu Distribusi
Teori atribusi kepemimpinan (attribution theory of leadership) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah atribusi yang dibuat orang atas orang lain. Teori ini menunjukkan bahwa orang menganggap pemimpin memiliki sifat-sifat seperti kecerdasan, kepribadian yang menyenangkan, keahlian verbal yang kuat, agresifitas, pemahaman, dan ketekunan. Pada tingkatan organisasi, kerangka atribusi berkaitan  dengan kondisi menggunakan kepemimpinan untuk menjelaskan hasil-hasil organisasional. Kondisi-kondisi ini merupakan titik ekstrem pada kinerja organisasi.

Substitusi dan Penetralisasi Kepemimpinan
Salah satu teori kepemimpinan menyatakan bahwa, dalam banyak situasi, tindakan apapun yang diambil pemimpin tidak relevan. Orang-orang tertentu, pekerjaan, beberapa variabel organisasi, bisa menggantikan kepemimpinan atau menetralisasi pengaruh pemimpin terhadap pengikut.
Penetralisasi membuat perilaku pemimpin tidak mungkin menghasilkan perbedaan pada pengikutnya. Penetralisasi menegasi pengaruh pemimpin. Tetapi, substitusi membuat pengaruh pemimpin tidak hanya tidak mungkin namun juga tidak perlu. Substitusi berfungsi sebagai pengganti pengaruh pemimpin. Misalnya, karakteristik karyawan seperti pengalaman, pelatihan, orientasi profesional, atau ketidakpeduliaan terhadap penghargaan organisasi bisa menggantikan atau menetralisasi dampak kepemimpinan. Pengalaman dan pelatihan bisa menggantikan kebutuhan atas dukungan pemimpin atau kemampuan untuk menciptakan struktur dan mengurangi ambiguitas tugas.
Validitas substitusi dan penetralisasi kepemimpinan masih menimbulkan kontroversi. Salah satu masalahnya adalah bahwa teori tersebut sangat rumit – terdapat banyak substitusi dan penetralisasi yang mungkin untuk banyak jenis perilaku pemimpin yang berbeda pada situasi yang juga berbeda. Selain itu, kadang-kadang perbedaan antara substitusi dan penetralisasi masih belum jelas. Misalnya, kalau saya mengerjakan tugas yang secara intrinstik menyenangkan, teori tersebut akan memperkirakan bahwa kepemimpinan dalam hal ini kurang penting karena tugas itu sendiri sudah memberikan motivasi. Tetapi, apakah itu berarti bahwa tugas yang secara intrinstik menyenangkan mentralisasi dampak kepemimpinan, menjadi subtitusi, atau keduanya? Masalah lain yang ditekankan dalam pembahasan ini adalah bahwa substitusi bagi kepemimpinan (seperti karakteristik karyawan, sifat tugas, dan semacamnya) memang penting, tetapi tidak terbukti menjadi substitusi atau penetralisasi bagi kepemimpinan.












Substitusi dan Penetralisasi Kepemimpinan
Karakteristik Penentu
Kepemimpinan Berorientasi Hubungan
Kepemimpinan Berorientasi Tugas
Individual
Pengalaman/pelatihan
Profesionalisme
Ketidakpedulian terhadap penghargaan

Tidak ada pengaruh
Menggantikan
Menetralkan

Menggantikan
Menggantikan
Menetralkan
Pekerjaan
Tugas berstruktur tinggi
Memberikan umpan balik sendiri
Secara intrinsik memuaskan

Tidak ada pengaruh
Tidak ada pengaruh
Menggantikan

Menggantikan
Menggantikan
Tidak ada pengaruh
Organisasi
Tujuan-tujuan eksplisit yang diformalisasikan
Aturan dan prosedur yang ketat
Kelompok kerja yang  kompak

Tidak ada pengaruh
Tidak ada pengaruh

Menggantikan

Menggantikan
Menggantikan

Menggantikan


Menemukan dan Menciptakan Pemimpin yang Efektif
Seleksi
Keseluruhan proses yang dilakukan perusahaan untuk mengisi posisi manajemen merupakan hal penting dalam upaya menemukan orang yang akan menjadi pemimpin yang efektif. Pencarian Anda mungkin dimulai dengan menelaah syarat-syarat khusus untuk posisi yang akan diisi. Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan seperti apa yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut secara efektif? Anda harus mencoba menganalisis situasi tersebut untuk menemukan kandidat yang sesuai.
Ujian sangat berguna untuk menemukan dan memilih pemimpin. Tes kepribadian bisa digunakan untuk mencari sifat-sifat yang berkaitan dengan kepemimpinan—bersikap terbuka, cermat, dan ingin mencari pengalaman baru. Anda dapat menilai kecerdasan emosional kandidat. Karena pentingnya keahlian sosial bagi efektivitas manajerial, kandidat dengan kecerdasan emosi yang tinggi seharusnya mempunyai kelebihan, khususnya dalam situasi yang membutuhkan kepemimpinan transformasional.
Wawancara juga memberikan peluang untuk mengevaluasi calon pemimpin. Wawancara dapat menjadi sarana yang baik untuk mengidentifikasi sifat-sifat kepemimpinan yang ada pada diri calon, seperti sikap terbuka, percaya diri, memiliki visi, keahlian verbal untuk membingkai isu, atau berkarisma.
Kita mengetahui pentingnya faktor-faktor situasional untuk keberhasilan kepemimpinan. Selain itu, kita selayaknya menggunakan pengetahuan ini untuk memilih pemimpin sesuai dengan situasi.

Pelatihan
Mari kita sadari kembali hal-hal yang sudah jelas. Tidak semua orang memiliki latar belakang pelatihan yang sama. Pelatihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk cenderung lebih berhasil pada orang-orang yang memiliki kesadaran diri yang lebih tinggi dibandingkan yang rendah. Orang-orang seperti ini memiliki fleksibelitas untuk mengubah perilaku mereka.
Terdapat bukti yang membesarkan hati bahwa pelatihan perilaku melalui latihan pemodelan bisa meningkatkan kemampuan seseorang untuk menampilkan sifat-sifat kepemimpinan yang karismatik. Keberhasilan dari para peneliti yang telah disebutkan sebelumnya (baca “Apakah Pemimpin Karismatik Dilahirkan atau Diciptakan?”) yang berhasil mengarahkan mahasiswa bisnis untuk berperan karismatik adalah sebuah contoh kasus.

Sumber : Robbins, Stephen P. & Judge,Timothy A. 2008. Perilaku organisasi. Jakarta:     Salemba Empat


0 komentar:

Posting Komentar