Isu-isu
Kontemporer dalam Kepemimpinan
Pembingkaian: Menggunakan Kata-kata untuk
Membingkai Makna dan Memberikan Inspirasi kepada Orang Lain
Pembingkaian (framing) adalah satu cara menggunakan
bahasa untuk mengelola makna. Ini merupakan cara pemimpin untuk mempengaruhi
bagaimana satu kejadian harus dilihat atau di pahami. Pembingkaian melibatkan
pemilihan dan penekanan satu atau lebih aspek dari satu subjek dengan
mengabaikan yang lain.
Para penasihat hukum
bekerja dengan membingkai isu. Pembela terdakwa misalnya, membentuk argumen
mereka sedemikian sehingga para jaksa bisa diarahkan untuk memandang si klien
dalam gambaran yang paling menguntungkan. Mereka memasukkan “fakta-fakta” yang
bisa membantu para jaksa memutuskan bahwa klien mereka tidak bersalah. Mereka
tidak memasukkan fakta-fakta yang mungkin akan merugikan klien mereka. Selain
itu, mereka mencoba memberikan interpretasi alternatif terhadap fakta-fakta
yang diajukan penuntut umum.
Jadi, mengapa
pembingkaian relevan bagi kepemimpinan saat ini? Karena dalam lingkungan yang
kompleks dan semrawut yang membuat pekerjaan pemimpin menjadi menumpuk,
biasanya terdapat kemampuan manuver sehubungan dengan “fakta-fakta”. Hal yang
dianggap nyata sering kali sesuai dengan yang dikatakan oleh pemimpin. Para pemimpin
dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi persepsi pengikutnya tentang satu
masalah, makna dari satu kejadian, keyakinan tentang penyebab dan
konsekuensinya, dan visi akan masa depan. Sebagai contoh, pidato Martin Luther
King, Jr. bertajuk “ Saya memiliki impian” yang sangat berpengaruh, disampaikan
di Lincoln Memorial pada tahun 1963, dan telah berhasil menempatkan gerakan atau perjuangan hak-hak
asasi manusia menjadi istilah yang hidup dan dapat dipahami oleh semua orang.
Pernyataan King yang membingkai makna memiliki pengaruh sangat kuat pada cara
pandang orang untuk berjuang memperoleh keadilan pada tahun-tahun berikutnya. Melalui
pembingkaianlah para pemimpin menentukan apakah orang-orang memerhatikan satu
masalah, bagaimana mereka memahami dan mengingat masalah-masalah yang ada, dan
bagaimana mereka bereaksi terhadap satu masalah. Jadi, pembingkaian merupakan
satu alat yang sangat berguna bagi pemimpin untuk mempengaruhi cara pandang dan
interpretasi orang lain mengenai suatu realitas.
Kepemimpinan
Karismatik
Apa
yang Dimaksud dengan Kepemimpinan Karismatik? Max Weber,
seorang sosiolog, adalah ilmuwan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik.
Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari
bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai “suatu sifat tertentu dari seseorang,
yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai
kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya
istimewa. Kemampuan-kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi
dianggap sebagai kekuatan yang bersumber dari Ilahi, dan berdasarkan hal ini
seseorang kemudian dianggap sebagai seorang pemimpin.
Menurut
teori kepemimpinan karismatik (charismatic
leadership theory) House, para pengikut memandang sebagai sikap heroik atau
kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu. Sudah ada
beberapa studi yang berusaha mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dari
pemimpin yang karismatik. Salah satu telaah literatur yang paling bagus
menunjukkan adanya empat karakteristik—memiliki visi, bersedia mengambil resiko
pribadi untuk mencapai visi tersebut, sensitif terhadap kebutuhan bawahan, dan
memiliki perilaku yang luar biasa.
Karakteristik-karakteristik Kunci
dari Pemimpin yang Karismatik
|
1. Visi dan artikulasi.
Memiliki visi—yang dinyatakan—yang menganggap bahwa masa depan lebih baik
daripada status quo; dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang bisa
dipahami orang lain.
2. Risiko pribadi.
Bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya besar, dan
berkorban untuk mencapai visi tersebut.
3. Sensitif dengan kebutuhan bawahan.
Menerima kemampuan orang lain dan bertanggung jawab atas kebutuhan dan
perasaan mereka.
4. Perilaku yang tidak konvensional.
Memiliki perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan.
|
Sumber:Berdasarkan
J.A. Conger dan R.N Kanungo, Charismatic
Leadership inOrganization (Thousand Oaks, CA:Sage, 1998) hal. 94
Pemimpin
Karismatik: Dilahirkan atau Diciptakan? Memang benar bahwa
seseorang dilahirkan dengan sifat-sifat yang membuat mereka karismatik.
Kajian-kajian tentang anak kembar identik menemukan bahwa mereka memiliki nilai
yang sama untuk ukuran kepemimpinan karismatik, meskipun mereka dibesarkan di
keluarga yang berbeda dan tidak pernah bertemu. Penelitian menunjukkan bahwa
sifat-sifat individu juga terkait dengan kepemimpinan karismatik. Pemimpin
karismatik cenderung bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang
kuat untuk mencapai hasil. Coba Anda perhatikan salah seorang pendiri CNN, Ted
Turner. Ia menggambarkan dirinya sebagai, “Bulan purnama yang menyamarkan semua
bintang di sekitarnya” dan “Kalau saja saya memiliki kerendahan hati, saya akan
menjadi orang yang sempurna,” Meskipun tidak semua pemimpin karismatik
blak-blakan seoerti Turner, kebnayakan dari mereka memiliki daya tarik dan
sifat yang dinamis.
Meskipun
beberapa orang beranggapan bahwa karisma merupakan anugerah dan oleh karenanya
todak bisa dipelajari, sebagian besar ahli percaya seoserang juga bisa dilatih
untuk menampilkan perilaku yang karismatik dan mendapat manfaat dari menjadi
seseorang pemimpin yang karismatik.
Beberapa
orang pengarang mengatakan bahwa seseorang bisa belajar menjadi karismatik
dengan mengikuti proses yang terdiri atas tiga tahap, yaitu sebagai berikut.
1.
Seorang perlu mengembangkan aura karisma
dengan cara mempertahankan cara pandang yang optimis; menggunakan kesabaran
sebagai katalis untuk antusiasme; dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh,
bukan Cuma dengan kata-kata.
2.
Seseorang
menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan yang menginspirasi
orang lain tersebut untuk mengikutinya.
3.
Seseorang menyebarkan potensi kepada para
pengikutnya dengan cara menyentuh emosi mereka.
Pendekatan ini cukup berhasil ,
sebagaimana dibuktikan oleh para peneliti yang telah mampu mengarahkan para
mahasiswa bisnis untuk berperan sebagai pemimpin yang karismatik. Para
mahasiswa tersebut diajar untuk mengartikulasikan tujuan, mengkomunikasikan
ekspektasi kinerja yang tinggi, menampilkan kepercayaan mengenai kemampuan para
bawahan untuk memenuhi ekspektasi ini, dan berempati dengan kebutuhan para
bawahan; mereka belajar untuk menjadi orang besar, percaya diri, dan dinamis;
dan mereka berlatih menggunakan nada suara yang mengikat.
Cara
Pemimpin yang Karismatik Mempengaruhi Para Pengikutnya.
Terdapat empat tahap dalam proses pemimpin karismatik mempengaruhi para
pengikutnya, yaitu sebagai berikut.
Visi (vision) adalah strategi jangka panjang
untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Visi ini memberikan kontinuitas
bagi para pengikut dengan cara menghubungkan keadaan saat ini dengan masa depan
yang lebih baik bagi organisasi. Sebagai contoh, di Apple saat memperjuangkan
pos Steve Jobs mengatakan, “Ini sama dengan yang pernah dilakukan Apple.”
Penciptaan pos mencapai tujuan Apple untuk menawarkan teknologi terdepan dan
mudah digunakan. Strategi Apple adalah menciptakan suatu produk yang ramah
pengguna sehingga musik dengan cepat diperoleh dan diatur. Produk ini merupakan
alat pertama yang menghubungkan kemampuan menyimpan data dan musik.
Sebuah visi belumlah
lengkap tanpa adanya pernyataan visi (vision
statement), yaitu pernyataan formal visi atau misi organisasi. Pemimpin
yang karismatik bisa menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan tujuan dan
sasaran ke benak para pengikutnya. PepsiCo, misalnya, memiliki pernyataan misi
berikut ini dalam situs Web-Nya: “Untuk menghasilkan produk konsumer utama di
dunia, perusahaan berfokus pada makanan dan minuman yang tepat. Kami berupaya
memberikan pendapatan keuangan yang sehat bagi para investor sebab kami
menyediakan kesempatan untuk berkembang dan menjadi kaya bagi para karyawan,
mitra bisnis, dan lingkungan masyarakat tempat kami beroperasi. Dalam setiap
hal yang kami lakukan, kami berjuang untuk tetap jujur, adil, dan penuh
integritas.”
Setelah visi dan misi
diterapkan, sang pemimpin kemudian mengkomunikasikan ekspektasi kerja yang
tinggi dan meyakini bahwa para bawahan bisa mencapainya. Hal ini meningkatkan
rasa percaya diri bawahan.
Selanjutnya, sang
pemimpin menyatakan, melalui kata-kata dan tindakan, seperangkat nilai yang
baru, dan melalui perilakunya, memberikan teladan untuk ditiru para
pengikutnya. Sebuah studi tentang karyawan Bank di Israel menunjukkan bahwa
pemimpin yang karismatik lebih efektif karena para karyawannya secara pribadi
mengidentifikasi diri mereka dengan sang pemimpin. Pada akhirnya, pemimpin
karismatik melibatkan dirinya secara emosional dan acap kali berperilaku yang
tidak biasa untuk menunjukkan keberanian dan pendiriannya atas visi yang telah
ditetapkan. Terjadilah penularan emosional dalam diri pemimpin yang karismatik
yang “ditangkap” oleh para pengikutnya.
Bagian penting dari
sebuah visi adalah kemampuan inspirasionalnya yang terpusat pada nilai, dapat
direalisasikan, dengan gambaran dan artikulasi yang kuat. Visi harus mampu
menciptakan kemungkinan yang
inspirasional dan unik serta menawarkan tatanan baru yang bisa menghasilkan
perbedaan organisasional. Sebuah visi cenderung gagal bila tidak menawarkan
pandangan ke depan yang jelas dan lebih baik bagi organisasi dan
anggota-anggotanya.
Contoh visi yang
inspirasional seperti, Rupert Murdoch memiliki sebuah visi mengenai masa depan
industri komunikasi dengan menggabungkan hiburan dan media. Melalui News
Corporation, Murdoch telah dengan sukses mengintegrasikan jaringan siaran,
stasiun TV, studio film, penerbitsn dan distribusi satelit global. John Malone
dari Liberty Media menyebut News Corporation sebagai “perusahaan media yang
dalam hal integrasi secara vertikal sangat strategis dengan operasionalisasi
terbaik di dunia.”
Apakah
Kepemimpinan Karismatik yang Efektif bergantung pada Situasi?
Terdapat ada banyak penelitian yang menunjukkan korelasi yang impresif antara
kepemimpinan karismatik dan kinerja yang tinggi serta kepuasan di antara para
pengikut. Orang-orang yang bekerja untuk pemimpin yang karismatik termotivasi
untuk bekerja dan berusaha lebih keras serta karena menyukai dan menghargai
pemimpin tersebut, mereka memiliki kepuasan lebih tinggi. Tampaknya ini juga
berlaku bagi organisasi dengan CEO yang karismatik, karena organisasi tersebut
cenderung lebih menguntungkan. Profesor yang karismatik juga memperoleh
evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Namun, terdapat banyak pula bukti yang
mengindikasikan bahwa karisma mungkin tidak selalu bisa digeneralisasi;
artinya, efektivitasnya bisa bergantung pada situasi. Karisma cenderung lebih
sukses jika tugas si pengikut memiliki komponen ideologis atau jika lingkungan
melibatkan tingkat stres dan ketidakpastian yang tinggi. Hal ini bisa
menjelaskan mengapa para pemimpin karismatik cenderung muncul di dunia politik,
agama, saat perang, atau saat perusahaan masih dalam tahap awal atau menghadapi
krisis yang mengancam kelangsungan hidupnya. Misalnya, pada tahun 1930-an
Franklin D. Roosevelt menawarkan sebuah visi untuk membebaskan Amerika dari
Masa Depresi Hebat.
Selain
ideologi dan ketidakpastian, faktor situasional lain membatasi munculnya
karisma di suatu level organisasi. Ingat, penciptaan visi merupakan komponen
kunci dari karisma. Tetapi, visi biasanya berlaku untuk keseluruhan organisasi
atau divisi-divisi utama. Visi cenderung diciptakan oleh eksekutif puncak.
Karena itu, karisma kiranya lebih memilki relevansi langsung untuk menjelaskan
kesuksesan dan kegagalan dari eksekutif kepala dibandingkan para manajer
dibawahnya. Jadi, meskipun para manajer itu mungkin memiliki kepribadian yang
inspiratif, lebih sulit menggunakan sifat-sifat kepemimpinan karismatik mereka
untuk pekerjaan-pekerjaan di level manajemen bawah.
Akhirnya,
kepemimpinan karismatik bisa mempengaruhi beberapa pengikutnya melebihi yang
lain. Penelitian menunjukkan, misalnya, bahwa banyak orang lebih menerima
kepemimpinan karismatik saat mereka menghadapi krisis, berada dalam keadaan
stres, atau bila mereka merasa hidupnya terancam. Secara lebih umum, beberapa
orang memiliki kepribadian yang sangat mudah menerima kepemimpinan karismatik.
Sebagai contoh, rasa percaya diri. Jika seseorang kurang memiliki rasa percaya
diri dan meragukan harga dirinya, ia lebih mudah menerima arahan pemimpin
daripada menggunakan caranya sendiri untuk mencari arah atau berpikir.
Sisi
Gelap Kepemimpinan Karismatik. Sebuah studi
menunjukkan bahwa CEO yang karismatik mampu menggunakan karisma yang mereka
miliki untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi meskipun kinerja mereka
biasa-biasa saja.
Sayangnya tidak semua
pemimpin karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak dari
pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun perusahaan sesuai
Citra mereka sendiri. Mereka sering sekali mencampuradukkan batas-batas
kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Hal yang paling buruk,
karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan kepentingan dan
tujuan-tujuan pribadi di atas tujuan organisasi. Mereka tidak suka dikritik,
dikelilingi oleh orang-orang yang senantiasa patuh dan memilki sifat “asal
bapak senang”, dan menciptakan iklim yang membuat orang takut mempertanyakan
atau menantang si “raja” atau “ratu” bila si pemimpin melakukan kesalahan.
Sebagai contoh, Dennis Kozlowski mencerminkan sisi gelap dari kepemimpinan
karismatik. Mantan CEO Tyco International yang karismatik ini dituduh dan
terbukti bersalah menyalahgunakan dana perusahaan untuk membiayai gaya hidupnya
yang mewah. Kozlowski terbukti bersalah melakukan pencurian besar-besaran,
kecurangan sekuritas, konspirasi, dan tuduhan lainnya kena mengambil lebih
dari $150 juta dalam bentuk bonus dari
Tyco. Ia juga melakukan kecurangan terhadap pemegang saham dengan menjual $430
juta saham Tyco dengan melakukan penipuan mengenai kesehatan keuangan
perusahaan.
Sebuah studi atas 29
perusahaan, nilai dari yang bagus hingga yang sangat istimewa (tingkat
pengembalian saham kumulatifnya paling tidak tiga kali lebih baik daripada
pasar saham secara umum dalam kurun waktu satu tahun), menemukan tidak adanya pemimpin karismatik yang
egois. Meskipun para pemimpin dari perusahaan-perusahaan ini sangat ambisius,
ambisi mereka diarahkan untuk kemajuan perusahaan ketimbang untuk diri mereka
sendiri. Mereka menghasilkan berbagai pencapaian yang istimewa tanpa perlu
gembar-gembor. Mereka memiliki tanggung jawab atas kesalahan dan hasil-hasil
yang buruk serta memberikan penghargaan atas kesuksesan orang lain. Mereka
menghargai diri mereka sendiri dengan
mengembangkan kepemimpinan yang kuat dalam perusahaan, sehingga bisa
mengarahkan perusahaan menjadi lebih maju setelah mereka berhenti bekerja.
Orang-orang ini disebut sebagai pemimpin
tingkat 5 (level-5 leaders) karena
memiliki empat sifat dasar , kepemimpinan—kemampuan perseorangan, keahlian tim,
kompetensi manajerial, dan kemampuan menstimulasi orang lain untuk mencapai
kinerja yang tinggi—ditambah dimensi kelima: gabungan kerendahan hati dan
cita-cita profesional. Pemimpin tingkat 5 adalah pemimpin yang sangat ambisius
dan terarah, tetapi ambisi tersebut diarahkan untuk kepentingan perusahaan dan
bukan untuk diri sendiri.
Pada akhirnya, karisma
bisa menembus batas tempat kerja. Karena kekuatan hal ini mampu menjangkau
tempat-tempat Iain, pemimpin yang karismatik bisa menjadi sangat berbahaya.
Sejumlah pemimpin zalim dalam sejarah merupakan orang yang karismatik.
Contohnya Hitler. Ia adalah pemimpin Partai Nazi dan bertanggung jawab atas
kebijakan yang menyebabkan Holocaust serta kematian sekitar enam juta orang
Yahudi.
Kepemimpinan
Transformasional
Pemimpin transaksional (transactional leaders) adalah pemimpin
yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang
telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Sedangkan
pemimpin transformasional (transformasional
leaders) adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk
mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan memengaruhi
yang luar biasa pada diri para pengikutnya. Andrea Jung di Avon, Richard
Brinson di Virgin Group, dan Maureen Baginski merupakan contoh-contoh pemimpin
transformasional. Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan perkembangan diri
para pengikutnya; mengubah kesadaran para pengikut atas isu-isu yang ada dengan
cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru; serta
mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras
guna mencapai tujuan-tujuan bersama.
Karakteristik-karakteristik
Pemimpin Transaksional dan Transformasional
|
Pemimpin
Transaksional
|
Penghargaan
Bersyarat: Menjalankan pertukaran kontraktual
antara penghargaan dan usaha, menjanjikan penghargaan untuk kinerja yang
bagus, dan mengakui pencapaian yang diperoleh.
Manajemen
dengan Pengecualian (aktif): Mengamati dan mencari
penyimpanan dari aturan-aturan dan standar, serta melakukan tindakan
perbaikan.
Manajemen
dengan Pengecualian (pasif): Dilakukan hanya jika
standar tidak tercapai.
Laissez-Faire:
Melepaskan tanggung jawab dan menghindari pengambilan keputusan.
Pemimpin
Transformasional
|
Pemimpin
yang Ideal: Memberikan visi dan misi, menanamkan
kebanggaan, serta mendapatkan respek dan kepercayaan.
Motivasi
yang Inspirasional: Mengomunikasikan ekspektasi yang
tinggi, menggunakan simbol-simbol untuk berfokus pada upaya, dan menyatakan
tujuan-tujuan penting secara sederhana.
Stimulasi
Intelektual: Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas,
dan pemecahan masalah yang cermat.
Pertimbangan
yang bersifat individual: Memberikan perhatian pribadi,
memperlakukan asing-masing karyawan secara individual, serta melatih dan
memberikan saran.
|
Sumber:
B.M Bass, “From Traansactional Leadership: Learning to Share The Vision,” Organizational Dynamics, Musim Dingin
1990, hal. 22. Dicetak ulang sesuai izin penerbit. American Management
Association, New York. Hak cipta dilindungi undang-undang.
Kepemimpinan
transaksional dan transformasional hendaknya tidak dipandang sebagai pendekatan
yang saling bertentangan. Kedua jenis kepemimpinan ini saling melengkapi,
tetapi tidak berarti keduanya sama penting. Kepemimpinan transformasional lebih
unggul daripada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan
kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai kalau hanya
pendekatan transaksional yang diterapkan. Tetapi, yang sebaliknya tidak
berlaku. Jadi, apabila Anda adalah seorang pemimpin yang biasa-biasa saja.
Pemimpin yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional
sekaligus.
Cakupan
Utuh Model Kepemimpinan. Laissez-faire
adalah model yang paling pasif dan karena itu merupakan perilaku pemimpin yang
paling tidak efektif. Para pemimpin yang menggunakan gaya ini jarang dianggap
efektif. Manajemen dengan pengecualian—entah aktif ataukah pasif—sedikit lebih
baik daripada laissez-faire, tetapi
masih dianggap tipe kepemimpinan yang tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan
manajemen dengan pengecualian cenderung hanya memberikan reaksi saat ada
masalah, yang sering kali sudah terlambat. Kepemimpinan yang memberikan
penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif. Namun,
pemimpin seperti ini tidak bisa mendorong karyawannya untuk bekerja di luar
cakupan tugasnya. Hanya dengan empat gaya kepemimpinan yang lain—semuanya
merupakan aspek dari kepemimpinan transformasional—pemimpin bisa memotivasi
karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengurbankan kepentingan pribadi
mereka demi kepentingan organisasi. Perhatian individual, stimulasi
intelektual, motivasi inspirasional, dan pengaruh yang ideal, seluruhnya mendorong
karyawan untuk bekerja lebih keras, meningkatkan produktivitas, memiliki moril
kerja serta kepuasan kerja yang lebih tinggi, meninggikan efektivitas
organisasi, meminimalkan perputaran karyawan, menurunkan tingkat
ketidakhadiran, dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri secara organisasional
yang lebih tinggi. Berdasarkan model ini, pemimpin umumnya paling efektif bila
mereka secara rutin menerapkan masing-masing dari keempat perilaku
transformasional.
Bagaimana kepemimpinan Transformasional Bekerja. Para pemimpin transformasional mendorong bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif.
Misalnya, Kolonel Angkatan Bersenjata Leonard Wong menemukan bahwa dalam perang
Irak para tentara didorong untuk “memiliki pemikiran yang reaktif dibandingkan
proaktif, ketaatan dan bukan kreativitas, dan kesetiaan bukan keberanian”
Melihat hal ini, Kolonel Leonard Wong kemudian berusaha mendorong prajurit
junior untuk menjadi kreatif dan mengambil lebih banyak risiko. Para pemimpin
yang transformasional lebih efektif karena mereka sendiri lebih kreatif, tetapi
mereka juga lebih efektif karena mampu mendorong para pengikutnya menjadi
kreatif pula.
Adanya tujuan yang ditetapkan
merupakan mekanisme penting lain yang menjelaskan bagaimana kepemimpinan
transformasional bekerja. Para perilaku pemimpin transformasional cenderung
mengejar tujuan-tujuan ambisius memahami dan menyetujui tujuan-tujuan strategis
organisasi, dan yakin bahwa tujuan-tujuan yang mereka kejar itu memang penting.
Seperti telah ditunjukkan oleh
penelitian bahwa visi merupakan hal penting dalam menjelaskan bagaimana
kepemimpinan karismatik bekerja, penelitian menunjukkan bahwa visi menjelaskan
bagian dari dampak kepemimpinan transformasional. Sebuah studi menemukan bahwa visi
justru lebih penting dibandingkan gaya komunikasi karismatik (emosional,
dinamis, dan hidup) dalam menjelaskan kesuksesan perusahaan. Pada akhirnya,
kepemimpinan transformasional juga menghasilkan komitmen di pihak para pengikut
dan menanamkan pada diri mereka rasa percaya yang lebih besar kepada pemimpin.
Evaluasi atas Kepemimpinan Transformasional. Teori kepemimpinan transformasional tidaklah
sempurna. Masih tersisa pertanyaan apakah kepemimpinan berbasis penghargaan
bersyarat hanya merupakan karakteristik pemimpin transaksional. Berbeda dengan
cakupan utuh model kepemimpinan, kepemimpinan berbasis penghargaan bersyarat
kadang-kadang bisa lebih efektif dibandingkan kepemimpinan transformasional.
Ringkasnya, keseluruhan bukti
mengindikasikan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki korelasi yang
lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional dengan tingkat perputaran
karyawan yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan kepuasan
karyawan yang lebih tinggi. Sepertinya hal karisma, kepemimpinan
transformasional bisa dipelajari. Sebuah studi atas manajer bank Kanada
menemukan bahwa para manajer yang mengikuti pelatihan kepemimpinan
transformasional memiliki kinerja bank cabang yang jauh lebih baik daripada
para manajer yang tidak mengikuti pelatihan. Studi-studi lainnya menunjukkan
hasil serupa.
Kepemimpinan Transformasional versus Kepemimpinan
Karismatik. Terdapat beberapa perdebatan
mengenai apakah kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik itu
sama. Peneliti yang memperkenalkan kepemimpinan karismatik ke PO, Robert House,
menganggap keduanya hampir sama, dengan perbedaan yang sangat kecil atau “tak
berarti”. Namun demikian, peneliti yang pertama kali meneliti kepemimpinan
transformasional, Bernard Bass, menganggap karisma merupakan bagian dari
kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transformasional lebih luas
daripada karisma, dan karisma itu sendiri tidak memadai untuk menjelaskan
proses transformasional. Meskipun banyak peneliti yakin bahwa kepemimpinan
transformasional lebih luas daripada kepemimpinan karismatik, studi menunjukkan
bahwa dalam kenyataannya seorang pemimpin yang memiliki skor tinggi untuk
kepemimpinan transformasional juga cenderung memiliki skor tinggi untuk
karisma. Karena itu, dalam praktiknya, ukuran-ukuran kepemimpinan karismatik
dan transformasional bisa jadi hampir sama.
Kepemimpinan Autentik: Etika dan
Kepercayaan adalah Fondasi Kepemimpinan
Apa
yang Dimaksud Kepemimpinan Autentik?
Seorang filsuf,
Jean Paul Sarre banyak menulis tentang autentisitas, dan berpendapat bahwa
untuk menjadi orang yang autentik, seseorang perlu bersikap jujur pada dirinya
sendiri dan menghindari kepalsuan diri. Saran ini baik bagi setiap orang,
tetapi menjadi lebih penting bagi pemimpin.
Pemimpin autentik (authentic leaders) adalah pemimpin yang
mengenal betul diri mereka, sangat memahami keyakinan dan nilai-nilai yang
dianutnya, serta bertindak berdasarkan nilai dan keyakinan tersebut secara
terbuka dan jujur. Para pengikutnya akan memandang mereka sebagai orang yang
etis. Karena itu, kualitas utama yang dihasilkan oleh kepemimpinan yang
autentik adalah kepercayaan. Bagaimana kepemimpinan autentik melahirkan
kepercayaan? Pemimpin autentik berbagai informasi, mendorong komunikasi yang
terbuka, dan berpegang teguh pada cita-cita mereka,. Hasilnya: orang menjadi
percaya pada pemimpin autentik.
Etika dan Kepemimpinan
Etika bersentuhan
dengan kepemimpinan di beberapa titik. Para pemimpin transformasional,
misalnya, digambarkan sebagai pengusung nilai-nilai moral tatkala mereka
mencoba mengubah sikap dan perilaku pengikut-pengikutnya. Karisma juga memiliki
komponen etika. Pemimpin yang tidak beretika cenderung menggunakan karisma
mereka untuk menguasai para
pengikutnya, yang akhirnya bermuara pada kepuasaan diri semata. Pemimpin yang
etis diyakini menggunakan karisma mereka untuk melayani sesama. Juga, terdapat
isu penyalahgunaan kekuasaan oleh para pemimpin, misalnya, ketika mereka
menghargai diri mereka sendiri dengan gaji yang tinggi, bonus, dan opsi saham
padahal pada saat yang sama mereka berupaya memangkas biaya dengan merumahkan
pegawai atau karyawan yang sudah lama bekerja. Karena menjadi patokan moral
bagi sebuah organisasi, para eksekutif puncak perlu menetapkan standar etika
yang tinggi, memperlihatkan standar tersebut pada perilaku mereka, serta
mendorong dan menghargai integritas orang lain.
Efektivitas kepemimpinan perlu memperhatikan berbagai sarana yang
dipakai seorang pemimpin dalam upayanya mencapai tujuan dan juga isi dari
tujuan tersebut. Misalnya, kesuksesan Bill Gates memimpin Microsoft hingga
mendominasi bisnis peranti lunak dunia telah dicapai dengan kultur kerja yang
sangat agresif. Kultur Microssoft mencerminkan kepribadian pemimpin dan
pendirinya, Gates. Selain itu, kepemimpinan yang etis harus memperhatikan isi
dari tujuan sang pemimpin.
Kepemimpinan tidak terbebas dari
nilai. Sebelum menilai seorang pemimpin sebagai seseorang yang efektif, kita
harus mempertimbangkan cara yang digunakan oleh pemimpin tersebut untuk
mencapai tujuan dan nilai mol dari tujuan tersebut.
Apa yang Dimaksud Kepercayaan?
Kepercayaan (Trust) adalah ekspektasi atau penghargaan
positif bahwa orang lain tidak akan—melalui kata-kata, tindakan, dan
kebijakan—bertindak secara oportunistik. Dua unsur penting dari definisi kita
adalah bahwa kepercayaan menyiratkan familiaritas dan risiko.
Frasa ekspektasi positif dalam definisi kita ini mengasumsikan
pengetahuan dan familiaritas tentang pihak lain. Kepercayaan adalah suatu
sejarah—proses dependen yang didasarkan pada contoh-contoh pengalaman yang
relevan namun terbatas. Dibutuhkan waktu untuk dibentuk, dibangun bertahap, dan
terakumulasi. Banyak dari kita kita menganggap sangat berat, bahkan tidak
mungkin, untuk mempercayai seseorang dengan segera jika kita tidak tahu apa-apa
tentang diri mereka. Pada kondisi ekstrem, kita bisa berspekulasi tetapi tetap
tidak bisa percaya sepenuhnya. Tetapi, begitu mengenal seseorang, dan hubungan
tersebut terbina dengan baik, kita yakin untuk membentuk ekspektasi yang
positif.
Apa saja dimensi penting yang
mendasari konsep kepercayaan?
1. Integritas, merujuk pada kejujuran dan kebenaran. Dari
kelima dimensi yang disebut sebelumnya, dimensi ini adalah yang paling penting
saat seseorang menilai apakah orang lain bisa dipercaya atau tidak. Misalnya,
ketika 570 pegawai kantoran belum lama ini diberi daftar 28 sifat yang terkait
dengan kepemimpinan, kejujuran berada di peringkat tertinggi.
2. Kompetensi, meliputi pengetahuan serta keahlian teknis
dan antar personal individu. Apakah seseorang memahami uap yang sedang ia
bicarakan? Anda cenderung tidak akan mendengar atau menggantungkan diri pada
seseorang yang kemampuannya tidak bisa Anda percayai. Anda perlu percaya bahwa
orang tersebut memiliki keahlian dan kemampuan untuk melakukan apa yang mereka
katakan.
3. Konsistensi, berkaitan dengan keandalan,
prediktabilitas, dan penilaian yang baik pada diri seseorang dalam menangani
situasi. “Inkonsistensi antara kata dan perbuatan Ian menurunkan tingkat
kepercayaan.” Dimensi ini terutama relevan bagi manajer. “Tidak ada hal yang
paling cepat menarik perhatian ... melebihi ketimpangan antara kata-kata yang
dikhotbahkan eksekutif dan apa yang mereka harapkan dilakukan oleh para rekan
mereka.
4. Kesetiaan, adalah kesediaan untuk melindungi dan
menyelamatkan muka orang lain. Kepercayaan mensyaratkan bahwa Anda mampu untuk
bergantung pada seseorang yang Anda yakini tidak akan berlaku secara
oportunistik.
5. Keterbukaan, dimensi terakhir dari kepercayaan. Apakah
Anda yakin orang akan mengatakan kepada Anda kebenaran yang sesungguhnya?
Kepercayaan dan Kepemimpinan
Kepercayaan
merupakan atribut utama yang dikaitkan dengan kepemimpinan; dan, jika
kepercayaan ini luntur, dampaknya bisa serius terhadap kinerja kelompok.
Bila pengikut mempercayai pemimpinnya,
mereka akan bersedia menanggung dampak dari tindakan sang pemimpin—karena yakin
bahwa hak dan kepentingan mereka tidak akan disalahgunakan. Orang tidak mau
mengikuti seseorang yang mereka anggap tidak jujur atau memanfaatkan mereka.
Kejujuran, misalnya, selalu berada pada peringkat atas dari karakteristik yang
dipuja orang dari pemimpinnya. “Kejujuran sangat penting untuk kepemimpinan.
Jika orang bersedia mengikuti seseorang, baik ke medan perang atau ke ruang
direksi, mereka terlebih dahulu ingin meyakinkan diri mereka sendiri bahwa
orang tersebut memang layak dipercaya.”
Tiga Jenis Kepercayaan
Ada tiga jenis
kepercayaan dalam hubungan organisasi, yaitu sebagai berikut:
Kepercayaan Berbasis Pencegahan. Hubungan yang paling rapuh terdapat dalam
kepercayaan berbasis pencegahan (deferrence-based
trust). Satu saja, pelanggaran atau inkonsistensi akan merusak hubungan.
Bentuk kepercayaan berbasis pencegahan adalah kepercayaan yang didasarkan pada
kekhawatiran akan terjadinya pembalasan dendam jika kepercayaan
dikhianati. Orang-orang yang memiliki
hubungan seperti ini melakukan apa yang mereka katakan karena mereka takut akan
konsekuensi dari tidak melaksanakan kewajibnnya.
Kepercayaan berbasis pencegahan
hanya bisa berhasil sampai pada tingkat dimungkinkannya ada hukuman,
konsekuensi yang jelas, dan hukuman tersebut benar-benar diberlakukan bila
kepercayaan dilanggar. Agar tetap bertahan, potensi kerugian dari interaksi di
masa datang dengan pihak lain harus melampaui potensi keuntungan akibat
melanggar ekspektasi. Lebih jauh, pihak yang kemungkinan menderita kerugian
harus berani menyatakan kemungkinan kerugian yang dideritanya (misalnya, Saya
tidak akan segan berbicara keras kepada Anda bila Anda mengkhianati kepercayaan
saya) kepada orang yang berkhianat.
Kepercayaan Berbasis Pengetahuan. Kebanyakan hubungan organisasi berakar pada
kepercayaan berbasis pengetahuan (knowledge-based
trust). Artinya, kepercayaan didasarkan pada kemampuan memprediksi perilaku
yang bersumber dari pengalaman berinteraksi. Kepercayaan ini terbentuk jika
Anda memiliki informasi yang memadai tentang seseorang sehingga Anda mengenal
mereka secara cukup baik dan bisa memperkirakan dengan tepat perilaku mereka.
Kepercayaan berbasis pengetahuan
mengandalkan informasi dan bukan pencegahan. Pengetahuan mengenai pihak lain
dan kemampuan memprediksi sikap-sikap mereka menggantikan kontrak, hukuman, dan
perjanjian hukum yang umum berlaku pada kepercayaan berbasis pencegahan.
Pengetahuan ini terus berkembang dari waktu ke waktu, bertambah seiring
pengalaman sehingga terbangun kepercayaan dan kemampuan untuk memprediksi.
Kepercayaan Berbasis Identifikasi. Tingkat kepercayaan tertinggi dicapai bila terjalin
hubungan emosional antarpihak yang ada. Hal ini memungkinkan satu pihak
bertindak sebagai seorang agen bagi yang lain dan menggantikan orang tersebut
dalam transaksi antar personal. Ini disebut kepercayaan berbasis identifikasi
(identification-based trust). Kepercayaan berbasis identifikasi adalah
kepercayaan yang muncul karena pihak-pihak saling memahami niat dan menghargai
keinginan yang lain. Pemahaman mutual ini dibangun sampai ke titik tertentu sehingga
masing-masing bisa bertindak secara efektif demi pihak lain. Pengendalian
menjadi minimal pada level ini. Anda tidak perlu memonitor pihak lain karena
terdapat kesetiaan yang tidak diragukan lagi.
Contoh terbaik dari kepercayaan
berbasis identifikasi adalah pasangan yang telah menikah dan hidup bersama
dalam jangka waktu yang lama dan berbahagia. Seorang suami belajar memahami apa
yang penting bagi istrinya dan mengantisipasi tindakan-tindakan yang akan
dilakukannya. Sang istri percaya bahwa suaminya akan mengantisipasi apa yang ia
anggap penting tanpa harus bertanya. Pengidentifikasian yang baik memungkinkan
masing-masing pihak untuk berpikir, merasa, dan merespons seperti yang
dilakukan pihak lain.
Prinsip-prinsip
Dasar Kepercayaan
Ketidakpercayaan
mengalahkan kepercayaan. Orang yang memiliki rasa percaya
kepada orang lain menunjukkan rasa percayanya dengan cara meningkatkan
keterbukaannya terhadap orang tersebut, membuka informasi yang relevan, dan
menyatakan niat mereka yang sebenarnya. Orang yang tidak memiiki sikap percaya
bersikap sebaliknya. Mereka menyembunyikan informasi dan bertindak secara
oportunistik untuk memanfaatkan orang lain. Untuk melawan berulangnya
eksploitasi, orang yang tadinya percaya menjadi tidak percaya. Beberapa orang
yang tidak memiliki rasa percaya akan merusak organisasi secara keseluruhan.
Kepercayaan
mewariskan kepercayaan. Seperti halnya rasa tidak percaya
mengalahkan rasa percaya, menunjukkan kepercayaan kepada orang lain cenderung
mendorong munculnya balasa serupa. Pemimpin yang efektif meningkatkan
kepercayaan secara bertahap, pemimpin membatasi hukuman atau kerugian yang
mungkin terjadi bila kepercayaan mereka dilanggar.
Pertumbuhan
sering kali menyembunyikan rasa tidak percaya. Pertumbuhan
memberi peluang kepada pemimpin untuk mendapatkan promosi yang cepat dan
memperoleh kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar. Dalam lingkungan
seperti ini, pemimpin cenderung menyelesaikan masalah dengan cara yang cepat
sehingga terhindar dari deteksi dini oleh tingkat manajemen yang lebih tinggi
dan membiarkan masalah yang muncul dari ketidakpercayaan ditangani para
pengganti mereka.
Penurunan
atau peramping merupakan ujian tertinggi bagi tingkat kepercayaan.
Akibat wajar dari prinsip pertumbuhan yang diuraikan sebelumnya adalah bahwa
penurunan atau perampingan cenderung menghancurkan lingkungan yang memiliki
rasa percaya diri sekali pun. Pemecatan merupakan ancaman. Bahkan setelah
pemecatan dilakukan, orang-orang yang tetap bekerja tidak lagi merasa aman dengan
pekerjaan mereka. Ketika perusahaan merusak ikatan kesetiaan dengan memecat
karyawan, para pekerja cenderung sulit untuk memercayai apa yang dikatakan
pihak manajemen.
Kepercayaan
meningkatkan kekompakan. Kepercayaan membuat orang bersatu.
Kepercayaan berarti orang memiliki keyakinan bahwa mereka bisa saling
mengandalkan. Jika satu orang membutuhkan bantuan atau berada dalam
kebimbangan, orang tersebut tahu bahwa orang lain akan membantunya.
Kelompok
yang tidak memiliki rasa percaya yang merusak diri sendiri.
Konsekuensi wajar dari prinsip sebelumnya adalah bila para anggota kelompok
tidak saling percaya satu sama lain, mereka akan mengalami kemunduran dan
terpecah-belah. Mereka mengejar kepentingan pribadi, bukan kepentingan
kelompok.
Ketidakpercayaan
umumnya menurunkan produktivitas. Meskipun kita tidak
bisa mengatakan bahwa kepercayaan pasti meningkatkan produktivitas, walau
biasanya memang demikian, ketidakpercayaan hampir selalu menurunkan kepentingan
para anggota, sehingga mempersulit mereka mencapai tujuan bersama. Orang
merespons dengan cara menyembunyikan informasi dan secara diam-diam mengejar
kepentingan mereka sendiri.
Apakah
Kepercayaan terhadap Pemimpin Kita Tengah Menurun?
Ada bukti kuat bahwa dewasa ini, lebih
dari dulu-dulu, yang menunjukkan bahwa hubungan organisasi mensyaratkan
kepercayaan. Berbagai kejadian akhir-akhir ini telah membuat isu kepercayaan
sebagai tipok utama di media: WolrdCom melakukan penipuan sebesar hampir $4
miliar dalam aliran kas operasi. Ditambah dengan restrukturisasi, perampingan,
dan meningkatnya perekrutan karyawan kontrak telah meruntuhkan kepercayaan
karyawan terhadap manajemen. Kejadian-kejadian ini kemudian memunculkan
pertanyaan: Apakah kepercayaan tengah mengalami penurunan?
Beberapa penelitian
terbaru telah dilakukan di AS untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini. Dari
sisi positifnya, orang Amerika kelihatan memiliki rasa saling percaya.
Misalnya, pada tahun 2000, 35 persen orang Amerika berpendapat “kebanyakan
orang” bisa dipercaya. Pada tahun 2002, jumlah tersebut terus meningkat menjadi
41 persen. Tetapi, ketika sampai pada masalah kepercayaan kepada perusahaan
besar dan eksekutifnya, hasilnya berbeda antara karyawan dan masyarakat umum.
Yang disebut terakhir ini menganggap para pemimpin perusahaan sebagai kalangan
yang sangat tidak bisa dipercaya. Kepercayaan publik terhadap mereka sebagai
satu kelompok mencapai puncaknya pada tahun 2000 dengan persentase hanya 28
persen. Tahun 2003, tingkat kepercayaan ini menurun menjadi 13 persen. Lebih
jauh, petugas petugas pemadam kebakaran dianggap tujuh kali lebih bisa
dipercaya dibandingkan CEO, dan orang Amerika bahkan mengatakan mereka lebih
memercayai pengacara dibandingkan CEO. Tetapi, ketidakpercayaan ini tampaknya
tertuju pada para eksekutif di perusahaan-perusahaan besar. Jajak pendapat yang
sama menunjukkan bahwa 75 persen masyarakat umum masih memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi terhadap pemilik usaha kecil.
Namun, para karyawan
perusahaan menunjukkan bahwa mereka lebih memercayai manajemen senior mereka
sendiri. Dari tahun 1995 hingga 1999, persentase pekerja yang mengatakan bahwa
mereka memercayai manajemen senior perusahaan mereka tetap stabil di kisaran 36
persen. Pada tahun 2003, persentase ini meningkat menjadi 43 persen.
Kepercayaan
Karyawan terhadap CEO Mereka
Peran
Kepemimpinan Kontemporer
Menyediakan Kepemimpinan Tim
Kepemimpinan semakin
mendapat tempat dalam konteks sebuah tim. Begitu tim makin populer, peran
pemimpin dalam mengarahkan anggota tim menjadi isu yang paling penting. Peran
seorang pemimpin tim berbeda dari pemimpin tradisional yang dijalankan oleh
supervisor lini pertama.
Banyak
pemimpin yang hidup pada masa individualisme sedang jaya-jayanya, tidak
dibekali kemampuan untuk menangani perubahan menjadi suatu tim. Seperti dikatakan
oleh seorang konsultan terkemuka, “Bahkan manajer yang paling cakap sekalipun
memiliki masalah dalam transisi karena semua hal yang berkaitan dengan tipe
kepemimpinan pemerintah dan kendali seperti yang biasa mereka lakukan
sebelumnya tidak lagi sesuai.
Tantangan
selanjutnya bagi kebanyakan manajer adalah belajar bagaimana menjadi seorang
pemimpin tim yang efektif. Mereka harus mempelajari keahlian seperti sabar
berbagi informasi, memercayai orang lain, mendelegasikan wewenang, dan memahami
kapan harus turun tangan. Pemimpin yang efektif menguasai cara menyeimbangkan
saat harus meninggalkan tim mereka sendirian dan saat mesti turun tangan ke
dalam tim.
Satu
yang lebih tepat untuk menggambarkan tugas pemimpin tim adalah berusaha
berfokus pada dua prioritas: mengelola batas eksternal tim dan memfasilitasi
proses tim. Pembahasan selanjutnya akan memecah prioritas ini ke dalam empat
peran spesifik.
Pertama,
pemimpin tim adalah penghubung dengan
para konstituen eksternal. Mereka mencakup manajemen puncak, tim internal
lain, pelanggan, dan pemasok. Pemimpin mewakili tim ke para konstituen lainnya,
mengamankan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, memperjelas ekspektasi pihak
lain terhadap tim, mengumpulkan informasi dari luar, dan berbagi informasi ini
dengan para anggota tim.
Kedua,
pemimpin tim adalah orang yang
menyelesaikan masalah. Ketika tim memiliki masalah dan meminta bantuan,
pemimpin tim mengadakan rapat dan berupaya menyelesaikan masalah tersebut. Hal
ini jarang sekali terkait dengan masalah teknis atau operasional karena para
anggota tim pada umumnya lebih mengetahui tugas mereka dibandingkan pemimpin tim.
Sang pemimpin lebih berkontribusi dengan mengajukan berbagai pertanyaan,
membantu tim membicarakan masalah tersebut, dan memperoleh sumber-sumber daya
yang dibutuhkan dari pihak-pihak luar.
Ketiga,
pemimpin tim adalah manajer konflik.
Jika timbul pertentangan, mereka membantu memproses konflik tersebut. Apa saja
yang mungkin menjadi sumber konflik? Siapa yang terlibat? Apa masalahnya? Apa
pilihan resolusi yang tersedia? Apa keuntungan dan kerugiannya masing-masing?
Dengan melibatkan para anggota tim untuk membahas pertanyaan-pertanyaan seperti
ini, sang pemimpin meminimalkan aspek yang mengganggu pada konflik di dalam
tim.
Terakhir,
pemimpin tim adalah pelatih. Mereka
menjelaskan ekspektasi dan peran, mendidik, menawarkan dukungan, memberi
semangat, dan melakukan apa saja yang diperlukan untuk membantu anggota tim
meningkatkan kinerja mereka.
Mentoring
Banyak pemimpin
menciptakan hubungan mentoring
(menjadi penasihat). Seorang mentor adalah karyawan senior yang membantu dan
mendukung karyawan yang masih kurang berpengalaman (sebagai seorang anak
didik). Mentor yang sukses adalah guru yang baik. Mereka bisa menyajikan
ide-ide dengan jelas, mendengarkan dengan baik, dan berempati dengan masalah
yang dihadapi anak didiknya. Hubungan mentoring dapat dijelaskan dalam dua
kategori fungsi umum-fungsi karier dan fungsi psikososial.
Fungsi-fungsi karier
|
Fungsi-fungsi psikososial
|
·
melobi agar anak didik mendapatkan
tugas yang menantang dan masuk akal
|
·
memberi saran kepada anak didik
untuk mengatasi kecemasan dan ketidakpastian guna meningkatkan rasa percaya
dirinya
|
·
melatih anak didik mengembangkan
keahliannya dan mencapai tujuan kerja
|
·
berbagi pengalaman pribadi dengan
anak didik
|
·
membantu anak didik bertemu
orang-orang yang memiliki penagruh dalam organisasi
|
·
menjalin persahabatan dan
penerimaan yang baik
|
·
melindungi anak didik dari
resiko-resiko yang bisa merusak reputasinya
|
·
bertindak sebagai contoh atau model
|
· membantu
anak didik dengan cara mencalonkan mereka untuk mendapatkan promosi
|
|
· bertindak
seolah-olah sebagai dewan yang mendengarkan berbagai ide yang mungkin
dimiliki oleh anak didik tetapi segan disampaikan ke supervisior di atasnya
|
Beberapa
organisasi memiliki program mentoring formal dengan mentor yang secara resmi
bertugas membantu karyawan baru atau yang berpotensi tinggi. Sebagai contoh, di
Edward Jones, sebuah perusahaan jasa finansial dengan 24.000 karyawan, mentor
ditugaskan untuk membantu beberapa karyawan baru yang telah menyelesaikan
program belajar selama dua bulan dan seminar pelayanan pelanggan selama lima
hari. Para karyawan baru tersebut mengikuti mentor mereka selama tiga minggu
untuk secara khusus belajar cara perusahaan mengelola bisnisnya.
Mengapa
seorang pemimpin ingin menjadi mentor? Ada beberapa keuntungan pribadi bagi si
pemimpin dan juga bagi organisasi. Hubungan mentor-anak didik memberikan mentor
akses langsung terhadap sikap dan perasaan karyawan di tingkat yang lebih
rendah. Anak didik bisa menjadi sumber yang baik untuk mengidentifikasi
berbagai masalah yang mungkin itmbul dengan cara memberikan tanda-tanda
peringatan awal. Jadi, hubungan mentor-anak didik merupakan jalur komunikasi
penting yang memungkinkan mentor mengetahui masalah-masalah yang ada sebelum
masalah tersebut diketahui manajemen yang lebih tinggi.
Apakah
semua karyawan di suatu organisasi perlu atau harus berpartisipasi dalam
hubungan mentoring semacam ini? Sayang sekali, jawabannya adalah tidak. Di perusahaan-perusahaan
Amerika, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa kaum minoritas dan perempuan
cenderung tidak dipilih sebagai anak didik dibandingkan laki-laki kulit putih
sehingga mereka tidak memperoleh manfaat dari hubungan mentoring. Mentor cenderung
memilih anak didik yang kriterianya mirip dengan dirinya, seperti latar
belakang, pendidikan, jenis kelamin, ras, etnik, dan agama.
Dua
penelitian berskala besar meunjukkan bahwa manfaat mentoring lebih bersifat
psikologis daripada manfaat yang nyata. Berdasarkan penelitian ini, manfaat
mentoring bagi kesuksesan karies (kompensasi, kinerja pekerjaan) sangat kecil.
Salah satu dari dua penelitian ini menyimpulkan, “Meskipun mentoring mungkin
tidak bisa dikatakan sebagai konsep yang sama sekali tidak berguna bagi karier,
tidak ada yang bisa secara meyakinkan membuktikan bahwa program ini sama
pentingnya dengan dampak utama dari faktor-faktor lain terhadap kesuksesan
karier seperti kemampuan dan kepribadian”.
Kepemimpinan Mandiri
Para pengusung
kepemimpinan mandiri (self-leadership)
menunjukkan bahwa terdapat seperangkat proses yang membuat seseorang bisa
mengendalikan perilaku mereka sendiri. Pemimpin yang efektif (atau yang sering
disebut oleh pakar sebagai pemimpin super)
membantu para pengikutnya memimpin diri mereka sendiri. Mereka melakukannya dengan cara mengembangkan
kapasitas kepemimpinan dan memberi asuhan kepada para pengikutnya sehingga
mereka tidak lagi perlu bergantung pada pemimpin formal untuk mendapatkan
pengarahan dan motivasi.
Bagaimana
cara para pemimpin menyiapkan pemimpin mandiri? Berikut adalah beberapa hal
yang disarankan.
1.
Menjadi
model pemimpin bagi diri sendiri. Lakukan observasi diri,
tetapkan tujuan pribadi, arah pribadi, dan penguatan diri yang menantang,
kemudian tunjukkan perilaku-perilaku ini serta dorong orang lain untuk berlatih
dan mempraktikkan perilaku tadi.
2.
Dorong
karyawan untuk menciptakan tujuan-tujuan yang mereka tetapkan sendiri. Memiliki
tujuan yang spesifik dan kuantitatif merupakan bagian terpenting dari kepemimpinan
mandiri.
3.
Beri
penghargaan pada diri sendiri untuk memperkuat dan meningkatkan perilaku yang
diinginkan. Sebaliknya, berikan hukuman hanya jika karyawan
terbukti tidak jujur atau melakukan sesuatu yang destruktif.
4.
Ciptakan
pola pikir yang positif. Dorong karyawan untuk menggunakan
gambaran mental dan ajak mereka untuk berbicara pada diri sendiri yang pada
gilirannya akan menstimulasi motivasi dari dalam diri mereka.
5.
Ciptakan
iklim kepemimpinan mandiri. Rancang ulang pekerjaan untuk
meningkatkan penghargaan alamiah dari suatu pekerjaan dan fokus pada hal ini
untuk meningkatkan motivasi.
6.
Dorong
sikap kritis pada diri sendiri. Dorong individu untuk
kritis terhadap kinerja mereka sendiri.
Asumsi
yang mendasari kepemimpinan mandiri adalah bahwa orang memiliki tanggung jawab,
kemampuan, dan inisiatif tanpa hambatan eksternal dari atasan, aturan, atau
regulasi. Dengan dukungan yang memadai, seseorang bisa memonitor dan
mengendalikan perilaku mereka sendiri.
Pentingnya kepemimpinan mandiri semakin besar seiring
semakin populernya kerja tim. Tim yang kuat dan memiliki kemampuan mengelola
dirinya sendiri membutuhkan orang-orang yang memiliki kemampuan untuk
mengarahkan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, pelatihan kepemimpinan
mandiri merupakan sarana yang sangat bagus untuk membantu karyawan dalam
peralihan dari ketergantungan menuju otonomi.
Kepemimpinan
Online
Selama
ini, penelitian kepemimpinan hampir seluruhnya diarahkan untuk situasi tatap
muka dan verbal. Tetapi, kita tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa manajer
dan karyawannya saat ini semakin terhubung dalam jaringan dibandingkan
kedekatan geografis. Contoh yang nyata adalah manajer yang secara rutin
menggunakan e-mail untuk
berkomunikasi dengan staf mereka, manajer yang mengawasi proyek atau tim
virtual, dan manajer yang berkomunikasi dengan karyawan menggunakan komputer
dan modem.
Jika kepemimpinan diperlukan untuk menginspirasi dan
memotivasi karyawan yang berada di tempat terpisah, kami perlu menawarkan
beberapa pedoman mengenai bagaimana kepemimpinan tersebut bisa berfungsi dalam
konteks ini. Namun, harus tetap diingat bahwa hanya sedikit penelitian mengenai
topik ini. Jadi, fokus kami di sini bukan untuk memberi Anda pedoman definitif
untuk memimpin secara online. Tetapi,
lebih mengenalkan Anda pada masalah yang semakin penting dan membuat Anda
berpikir mengenai perubahan kepemimpinan jika hubungan ditentukan oleh
interaksi jaringan.
Para pemimpin perlu yakin bahwa nada pesan mereka secara benar mencerminkan emosi yang ingin mereka
sampaikan. Apakah pesan tersebut formal atau informal? Apakah pesan tersebut
sesuai gaya verbal si pengirim? Apakah pesan tersebut menyampaikan tingkat
kepentingan atau urgensi yang sesuai? Fakta bahwa gaya menulis banyak orang
sangat berbeda dari gaya pergaulan antar personal mereka jelas mengandung
potensi masalah.
Pada akhirnya, pemimpin online harus memilih suatu gaya
penulisan tertentu. Apakah mereka akan menggunakan tanda-tanda emosi (emoticons), singkatan, jargon, dan
smeacamnya? Apakah mereka menyesuaikan gaya mereka dengan para audiensnya?
Contohnya, menggunakan gaya yang sama dengan atasannya untuk berkomunikasi
dengan stafnya, sehingga memberi akibat yang tidak menyenangkan. Atau, mereka
secara selektif menggunakan komunikasi digital untuk menutupi berita-berita
buruk.
Setiap pembahasan kepemimpinan online juga perlu mempertimbangkan kemungkinan bahwa era digital
bisa merubah orang yang dulunya bukan pemimpin menjadi pemimpin.
Tantangan-tantangan bagi Pembentukan
Kepemimpinan
Kepemimpinan sebagai Suatu Distribusi
Teori
atribusi kepemimpinan (attribution theory
of leadership) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah atribusi yang dibuat
orang atas orang lain. Teori ini menunjukkan bahwa orang menganggap pemimpin
memiliki sifat-sifat seperti kecerdasan, kepribadian yang menyenangkan,
keahlian verbal yang kuat, agresifitas, pemahaman, dan ketekunan. Pada
tingkatan organisasi, kerangka atribusi berkaitan dengan kondisi menggunakan kepemimpinan untuk
menjelaskan hasil-hasil organisasional. Kondisi-kondisi ini merupakan titik
ekstrem pada kinerja organisasi.
Substitusi dan Penetralisasi
Kepemimpinan
Salah
satu teori kepemimpinan menyatakan bahwa, dalam banyak situasi, tindakan apapun
yang diambil pemimpin tidak relevan. Orang-orang tertentu, pekerjaan, beberapa
variabel organisasi, bisa menggantikan kepemimpinan atau menetralisasi pengaruh
pemimpin terhadap pengikut.
Penetralisasi membuat perilaku pemimpin tidak mungkin
menghasilkan perbedaan pada pengikutnya. Penetralisasi menegasi pengaruh
pemimpin. Tetapi, substitusi membuat pengaruh pemimpin tidak hanya tidak
mungkin namun juga tidak perlu. Substitusi berfungsi sebagai pengganti pengaruh
pemimpin. Misalnya, karakteristik karyawan seperti pengalaman, pelatihan,
orientasi profesional, atau ketidakpeduliaan terhadap penghargaan organisasi
bisa menggantikan atau menetralisasi dampak kepemimpinan. Pengalaman dan
pelatihan bisa menggantikan kebutuhan atas dukungan pemimpin atau kemampuan
untuk menciptakan struktur dan mengurangi ambiguitas tugas.
Validitas substitusi dan penetralisasi kepemimpinan
masih menimbulkan kontroversi. Salah satu masalahnya adalah bahwa teori
tersebut sangat rumit – terdapat banyak substitusi dan penetralisasi yang
mungkin untuk banyak jenis perilaku pemimpin yang berbeda pada situasi yang juga
berbeda. Selain itu, kadang-kadang perbedaan antara substitusi dan
penetralisasi masih belum jelas. Misalnya, kalau saya mengerjakan tugas yang
secara intrinstik menyenangkan, teori tersebut akan memperkirakan bahwa
kepemimpinan dalam hal ini kurang penting karena tugas itu sendiri sudah
memberikan motivasi. Tetapi, apakah itu berarti bahwa tugas yang secara
intrinstik menyenangkan mentralisasi dampak kepemimpinan, menjadi subtitusi,
atau keduanya? Masalah lain yang ditekankan dalam pembahasan ini adalah bahwa
substitusi bagi kepemimpinan (seperti karakteristik karyawan, sifat tugas, dan
semacamnya) memang penting, tetapi tidak terbukti menjadi substitusi atau
penetralisasi bagi kepemimpinan.
Substitusi
dan Penetralisasi Kepemimpinan
|
||
Karakteristik
Penentu
|
Kepemimpinan
Berorientasi Hubungan
|
Kepemimpinan
Berorientasi Tugas
|
Individual
Pengalaman/pelatihan
Profesionalisme
Ketidakpedulian
terhadap penghargaan
|
Tidak
ada pengaruh
Menggantikan
Menetralkan
|
Menggantikan
Menggantikan
Menetralkan
|
Pekerjaan
Tugas berstruktur
tinggi
Memberikan umpan balik
sendiri
Secara intrinsik
memuaskan
|
Tidak
ada pengaruh
Tidak
ada pengaruh
Menggantikan
|
Menggantikan
Menggantikan
Tidak
ada pengaruh
|
Organisasi
Tujuan-tujuan eksplisit
yang diformalisasikan
Aturan dan prosedur
yang ketat
Kelompok kerja
yang kompak
|
Tidak
ada pengaruh
Tidak
ada pengaruh
Menggantikan
|
Menggantikan
Menggantikan
Menggantikan
|
Menemukan dan Menciptakan Pemimpin
yang Efektif
Seleksi
Keseluruhan
proses yang dilakukan perusahaan untuk mengisi posisi manajemen merupakan hal
penting dalam upaya menemukan orang yang akan menjadi pemimpin yang efektif.
Pencarian Anda mungkin dimulai dengan menelaah syarat-syarat khusus untuk
posisi yang akan diisi. Pengetahuan, keahlian, dan kemampuan seperti apa yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut secara efektif? Anda harus mencoba
menganalisis situasi tersebut untuk menemukan kandidat yang sesuai.
Ujian sangat berguna untuk menemukan dan memilih
pemimpin. Tes kepribadian bisa digunakan untuk mencari sifat-sifat yang
berkaitan dengan kepemimpinan—bersikap terbuka, cermat, dan ingin mencari
pengalaman baru. Anda dapat menilai kecerdasan emosional kandidat. Karena
pentingnya keahlian sosial bagi efektivitas manajerial, kandidat dengan
kecerdasan emosi yang tinggi seharusnya mempunyai kelebihan, khususnya dalam
situasi yang membutuhkan kepemimpinan transformasional.
Wawancara juga memberikan peluang untuk mengevaluasi
calon pemimpin. Wawancara dapat menjadi sarana yang baik untuk mengidentifikasi
sifat-sifat kepemimpinan yang ada pada diri calon, seperti sikap terbuka,
percaya diri, memiliki visi, keahlian verbal untuk membingkai isu, atau
berkarisma.
Kita mengetahui pentingnya faktor-faktor situasional
untuk keberhasilan kepemimpinan. Selain itu, kita selayaknya menggunakan
pengetahuan ini untuk memilih pemimpin sesuai dengan situasi.
Pelatihan
Mari
kita sadari kembali hal-hal yang sudah jelas. Tidak semua orang memiliki latar
belakang pelatihan yang sama. Pelatihan kepemimpinan dalam berbagai bentuk
cenderung lebih berhasil pada orang-orang yang memiliki kesadaran diri yang
lebih tinggi dibandingkan yang rendah. Orang-orang seperti ini memiliki
fleksibelitas untuk mengubah perilaku mereka.
Terdapat bukti yang membesarkan hati bahwa pelatihan
perilaku melalui latihan pemodelan bisa meningkatkan kemampuan seseorang untuk
menampilkan sifat-sifat kepemimpinan yang karismatik. Keberhasilan dari para
peneliti yang telah disebutkan sebelumnya (baca “Apakah Pemimpin Karismatik Dilahirkan
atau Diciptakan?”) yang berhasil mengarahkan mahasiswa bisnis untuk berperan
karismatik adalah sebuah contoh kasus.
Sumber : Robbins, Stephen P. &
Judge,Timothy A. 2008. Perilaku
organisasi. Jakarta: Salemba
Empat
0 komentar:
Posting Komentar